*

Pages

Thursday, 30 April 2020

Ust. Salim A. Fillah - Zaman Khulafaur Rasyidin (Part 1) bag. 1


Artikel ini berisi ringkasan materi atas ilmu yang diperoleh, dengan harapan membagikannya menjadikan amal jariyah dan menjadi pengingat dikala lupa. Allahumma aamiin.
Do’akan semoga istiqamah, ya!

“Zaman Khulafaur Rasyidin (Part 1)”
Bagian 1
Oleh: Ustadz Salim A. Fillah


Pada tahun ke-10 H, Rasulullah SAW, sepulang dari haji wada, beliau memberikan isyarat bahwa akan segera meninggalkan umat. Dengan pada suatu hari berkhutbah di masjid Nabawi, beliau membacakan Q.S. AN-Nasr. Mendengar ayat ini dibacakan sayyidina Umar menangis tersedu-sedu, sedangkan yang lainnya bertakbir dan bertahmid, karena mendengarkan kabar gembira atas datangnya pertolongan Allah dan kemenangan, dapat dilihat bahwa orang-orang berbondong-bondong memasuki agama Allah SWT. Abu Bakar R.A. yang menangis tersedu-sedu, “ya Rasulullah, seandainya boleh. Akan kami jadikan ayah dan ibu kami sebagai tebusan untukmu ya Rasulullah.”. Kemudian orang-orang bertanya kepada Abu Bakar R.A., mengapa dirinya menangis padahal yang diberitakan adalah kabar yang baik. Abu Bakar Ash-Shiddiq mengatakan, “bukankah dengan begitu artinya tugas beliau telah selesai? Dan jika tugas beliau telah selesai, bukankah artinya beliau akan segera meninggalkan kita”.

Suatu hari Rasulullah SAW merasakan sakit kepala yang luar biasa, sehingga harus mengencangkan ikatan sorban di kepalanya agar berkurang rasa sakitnya. Rasulullah SAW berkata, “seorang hamba diberikan pilihan oleh Allah SWT untuk menjadi Rasul dan raja atau Rasul dan hamba, maka ia memilih untuk menjadi Rasul dan hamba. Dan Allah SWT memberikan pilihan: apakah kehidupan dunia dan kejayaannya atau ar-rafiqul ‘a-la, dan ia memilih ar-rafiqul ‘a-la”. Mendengar kata-kata Rasulullah SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq R.A. kembali menangis tersedu-sedu. Kemudian orang-orang bertanya, “mengapa kau ini, Rasulullah SAW bercerita tentang orang yang diberikan pilihan-pilihan, tapi kau menangis.” Kemudian Abu Bakar R.A. mengatakan, “tidakkah kalian tahu siapakah yang diberikan pilihan itu? Itu adalah Rasulullah SAW, yang beliau telah memilih ar-rafiqul ‘a-la yang berarti teman yang paling tinggi (yakni Allah SWT). Dia memilih untuk kembali kepada Allah SWT.”

Tidak lama kemudian Rasulullah SAW mulai sakit, sakit yang disertai demam tinggi dan kepalanya sakit. Sehingga beliau hanya bisa berbaring di rumah, mulai tidak bisa ke masjid. Rasulullah SAW memerintahkan agar Abu Bakar Ash-Shiddiq R.A. yang mengimami shalat berjamaah.

Pada suatu hari Abu Bakar Ash-Shiddiq R.A. datang terlambat ke masjid, karena jarak dari rumahnya menuju masjid yang cukup jauh. Sehingga Umar bin Khattab R.A. telah mengumandangkan takbir bersiap untuk mengimami shalat, karena orang-orang menyuruhnya. Rasulullah SAW mendengar bahwa bukan suara Abu Bakar R.A., beliau terbangun seraya berkata, “demi Allah! Allah dan Rasul-Nya tidak ridha kecuali Abu Bakar.”. Hal ini disampaikan ke masjid, sehingga Umar yang mendengar hal ini mundur dari pengimamannya kemudian menangis tersedu-sedu dan sangat ketakutan, “celakalah kalian! Kalian telah mendorongku ke tempat yang tidak seharusnya. Celakalah kalian! Mengapa kita tidak menunggu Abu Bakar datang.”, kemudian Abu Bakar datang dan mengimami orang shalat.

Hari berganti hari, penyakit Rasulullah SAW semakin parah. Sebagian mu’arrif (ahli sejarah) berpendapat bahwa racun yang dulu dibubuhkan oleh perempuan Yahudi dalam perang Khaibar itu turut memperparah kondisi Rasulullah SAW di akhir hayatnya tersebut.

Pada suatu hari, Rasulullah SAW merasa mulai agak enakan dan berangkat ke masjid untuk shalat berjamaah. Al-Abbas bin Abdul-Muththalib (paman Rasulullah SAW) dan Ali bin Abi Thalib (sepupu Rasulullah SAW) memapah beliau untuk ke masjid. Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq R.A. bertakbir, Rasulullah SAW didudukkan di belakang Abu Bakar Ash-Shiddiq. Merasa Rasulullah SAW ada di belakangnya, beliau mundur dari pengimaman. Namun Rasulullah SAW, menolaknya dengan mendorongnya kembali ke pengimaman. Abu Bakar maju sejauh pendorongan tangan Rasulullah SAW, tetapi ketika tangannya terlepas Abu Bakar kembali mundur. Begitu terus sampai tiga kali. Kemudian Abu Bakar R.A. duduk di samping Rasulullah SAW dengan mundur sedikit, dan beliau mengisyaratkan kepada jama’ah untuk melaksanakan shalat secara duduk. Agar Rasulullah SAW dapat mengimami shalat. Karena jikalau imamnya duduk, maka makmumnya juga harus duduk. Maka Rasulullah SAW mengimami shalat dalam keadaan duduk. Setelah shalat Rasulullah SAW menegur Abu Bakar, “ya Abu Bakar, mengapa engkau mundur? Padahal telah kuperintahkan kau menjadi imam.”, kemudian Abu Bakar Ash-Shiddiq R.A. menjawab, “sungguh ya Rasulullah, lebih baik tanah di depanku terbuka dan aku terperosok ke dalamnya, lalu bumi menghimpitku sampai aku binasa. Daripada aku menjadi imam, padahal di belakangku ada Rasulullah SAW”. Itu adalah bentuk adab penghormatan beliau kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW pun bersabda, “jikalau boleh mengambil khalil (kekasih) dari kalangan manusia, maka akan kujadikan Abu Bakar sebagai khalil-ku”. Tetapi Allah SWT telah cukupkan diantara kami persahabatan dan persaudaraan.

Kemudian Rasulullah SAW menyampaikan beberapa wasiat kepada para sahabat. Beliau berkata, “aku tinggalkan kalian dengan dua perkara ini. Kalian tidak akan tersesat jika berpegang pada kedua perkara tersebut, yakni a-qur’an dan sunnah.”

Tidak lama kemudian Rasulullah SAW wafat. Kabar tersebut begitu mengguncang Madinah, sebagian orang tidak percaya bahwa Rasulullah SAW wafat. Sayyidina Umar bin Khattab merasa sangat terguncang pula atas berita tersebut, karena betapa besarnya cintanya terhadap Rasulullah SAW. Didepan rumah ibunda Aisyah (tempat Rasulullah SAW menghembuskan nafas terakhir), Umar dengan menghunus pedangnya berjalan bolak-balik kian kemari, mengancam oang-orang yang mengatakan,”demi Allah! Rasulullah tidak wafat. Rasulullah hanya sedang menghadap Allah dan nanti akan kembali. Dulu juga Musa A.S. dikatakan mati, karena beliau bertemu dengan Allah selama 40 hari. Demi Allah! Rasulullah SAW pun demikian. Siapa orang munafik yang mengatakan Rasulullah wafat, maju kemari, akan kupotong lidahnya!”. Hingga akhirnya Abu Bakar (ayah dari Aisyah) datang dan masuk kedalam rumah. Sedangkan Umar tidak dapat masuk karena tidak ada hubungan dengan pemilik rumah, yaitu Aisyah. Beliau melihat dan mencium jasad Nabi seraya berkata, “betapa harumnya dirimu ya Rasulullah ketika engkau masih hidup. Dan betapa harumnya engkau ketika telah wafat. Jika ini kematianmu ya Rasulullah, sesungguhnya Allah SWT tidak akan mengumpulkan dua kematian padamu. Maka, selamat tinggal dan sampai jumpa, ya Rasulullah.”. Kemudian Abu Bakar keluar untuk menenangkan orang-orang. Umar masih tidak mau tenang hingga dibacakan sebuah ayat yang berarti, “siapa yang menyembah Muhammad, maka Muhammad mati. Siapa yang menyembah Allah, maka Allah kekal. Sesungguhnya Muhammad adalah rasul. Dan sebelumnya telah banyak rasul. Apakah setelah Muhammad mati kalian akan kembali ke belakang?”. Setelah mendengar ayat tersebut, Umar terkulai lemas dan berlutut, “seakan-akan ayat itu baru turun ketika Abu Bakar bacakan. Padahal ayat tersebut sering kami baca.”. Maka Abu Bakar berhasil mengatasi krisis pertama yang terjadi, yakni krisis ketika Rasulullah wafat. Abu Bakar memimpin pengurusan jenazah Rasulullah SAW, bersama Al-Abbas bin Abdul-Muththalib (paman Rasulullah SAW), Ali bin Abi Thalib (sepupu Rasulullah SAW), Fadl bin Abbas (putra sayyidina Abbas) dan Usamah bin Zaid di dalam rumah Rasulullah SAW. Kemudian orang-orang berdatangan untuk menyolatkan Rasulullah SAW.

Bersambung......

Wallahu ‘alam bissawab.

Catatan: Menit 0:0 hingga 12:15



Share:

0 komentar:

Post a Comment

Untuk kritik dan sarannya mohon dilampirkan dibawah ini.... Terima Kasih

Search in This Blog

Pesan untuk Penulis

Name

Email *

Message *

Archives

Another Blog

Blog Archive

Tulisan Terbaru!

Witsqa Masak: Yumurtali Patates

DISCLAIMER!  Witsqa Masak merupakan kumpulan resep yang terhitung berhasil untuk dipraktekkan oleh saya. Sumber resepnya sendiri bisa berasa...