*

Pages

Saturday 25 April 2020

BEDUG tanpa SAHUR


“Dug..dug..dug.. Sahuuurr...sahuur...”
Senyum simpul dari bibir tipisku disela ketiadaannya cahaya malam itu, membuatku tak lupa untuk senantiasa mengucap syukur pada Sang Maha Kuasa atas masih diberikannya usia. Alhamdulillaaaaahhhh….
***
Brukk!!!
“Ah hanya bunga tidur.”, ujarku seraya menempas kesedihan.
Ini adalah Ramadan ketigaku di tanah orang. Sebuah negara yang keindahannya selalu dielu-elukan oleh siapa saja yang mendengarnya. Negara yang pertama kali membudidayakan bunga tulip, bunga berwarna-warni nan cantik yang memiliki kelopak bunga yang ramping dan lancip, serta memiliki jarak antar helai yang cukup sempit.
Belanda? SALAH BESAR. Aku tidak sedang berdiaspora ke negara kincir angin tersebut, melainkan Turki. Dalam benak beberapa orang masih sangat mungkin tertanam sebuah paradigma bahwa bunga tulip itu berasal dari Kompeni. Faktanya, orang-orang Turki lah yang pertama kali membudidayakan bunga ini pada masa pemerintahan kekhalifahan Ustmaniyah, lebih tepatnya pada masa kekuasaan Sultan Ahmed III (1703-1730), sampai-sampai masa itu disebut sebagai “Era Bunga Tulip”. Lalu, mengapa bunga tulip bisa tersohor dari Belanda? Karena bunga-bunga tulip tersebut dibawa ke Belanda oleh kapal-kapal yang berasal dari Istanbul, dan dengan segala kelihaiannya, Kompeni membudidayakan dan mengekspor bunga tulip secara meluas. Bahkan, tulip menjadi salah satu komoditi andalan Negeri van Oranje tersebut!
Tiga kali menemui Ramadan di perantauan memang benar dapat memberikan indikasi yang sangat berbahaya bagi yang mengalaminya. Homesick menggejala, baper ----istiah yang digunakan oleh "remaja akhir zaman" yang merupakan sebuah akronim dari bawa perasaan---- merajalela, dan terkadang terasa menggigil sepanjang malam (ada survey yang mengatakan bahwa orang yang kesepian cenderung selalu merasa kedinginan).
Sejujurnya, tahun lalu aku sempat berpulang ke tanah air, meski hanya sekedar untuk melepas rindu akan masakan ibu ataupun demi mencium debu kampung halaman. Separuh Ramadan kemarin kuhabiskan di bumi pertiwi, hingga membuatku termenung, mengingatkanku akan sesuatu,
“Aku rindu mendengar bedug sahur..”, ujarku dengan air mata yang terbendung di pelupuk.
Huh..
Kulirik jam yang berdetik dari arloji-ku, ah baru pukul satu malam.
Kebanyakan orang disini berusaha untuk tidak terlelap hingga waktu sahur tiba. Imsak yang diikuti dengan adzan shubuh sekitar pukul 03.29 EET dan fajar yang terbenam sekitar pukul 20.29 EET ini mengharuskan umat muslim disini untuk menahan dahaga, lapar, serta hawa nafsu selama lebıh kurang 17 jam lamanya. Belum lagi terik matahari yang senantiasa menemani kemanapun kaki ini melangkah, menambah cobaan bagi siapapun yang melaksanakan titah-Nya.
Aku terbiasa mempersiapkan sahur sekitar pukul dua dini hari. Itu artinya masih ada satu jam tersisa hingga waktunya tiba. Kunyalakan handphone-ku untuk sekedar membaca artikel-artikel yang telah kusimpan secara offline yang kuanggap menarik. Akupun beralih bertadarus akan kalimat-kalimat-Nya. Ketika sedang tenggelam bersama kalam-Nya, sebuah suara mengalihkan perhatianku. Malam yang panas menuntutku untuk membuka lebar jendela kamarku 24/7. Dan suara itu benar-benar menyelusup kedalam kamarku tanpa filter.
“Dug..dug dug dug..dug dug..”, suara drum ditabuh saling bersahutan.
Aku menyembulkan kepalaku diantara tirai-tirai yang menutupi jendela kamarku, mata ini mencoba mencari sumber suara. Menatapnya nanar. Kini tak mampu kubendung lagi…
“Disini juga ada bedug sahur…..meski tanpa teriakan sahur”, ucapku pelan seraya menghapus air mata.
***

Tulisan ini pernah saya kirimkan ke sebagai bentuk kontribusi PPI Turki dan PPI Sudan
30/06/2016 22:01 TRT
Disunting kembali 21/04/2020 17:50 WIB

Share:

0 komentar:

Post a Comment

Untuk kritik dan sarannya mohon dilampirkan dibawah ini.... Terima Kasih

Search in This Blog

Pesan untuk Penulis

Name

Email *

Message *

Archives

Another Blog

Blog Archive

Tulisan Terbaru!

Witsqa Masak: Yumurtali Patates

DISCLAIMER!  Witsqa Masak merupakan kumpulan resep yang terhitung berhasil untuk dipraktekkan oleh saya. Sumber resepnya sendiri bisa berasa...