Artikel ini berisi ringkasan materi atas
ilmu yang diperoleh, dengan harapan membagikannya menjadikan amal jariyah dan menjadi
pengingat dikala lupa. Allahumma aamiin.
Do’akan semoga istiqamah, ya!
“Zaman Khulafaur Rasyidin (Part 1)”
Bagian 1
Oleh: Ustadz Salim A. Fillah
Sumber: Pro-You Channel
Pada
tahun ke-10 H, Rasulullah SAW, sepulang dari haji wada, beliau memberikan
isyarat bahwa akan segera meninggalkan umat. Dengan pada suatu hari berkhutbah
di masjid Nabawi, beliau membacakan Q.S. AN-Nasr. Mendengar ayat ini dibacakan
sayyidina Umar menangis tersedu-sedu, sedangkan yang lainnya bertakbir dan
bertahmid, karena mendengarkan kabar gembira atas datangnya pertolongan Allah
dan kemenangan, dapat dilihat bahwa orang-orang berbondong-bondong memasuki
agama Allah SWT. Abu Bakar R.A. yang menangis tersedu-sedu, “ya Rasulullah,
seandainya boleh. Akan kami jadikan ayah dan ibu kami sebagai tebusan untukmu
ya Rasulullah.”. Kemudian orang-orang bertanya kepada Abu Bakar R.A., mengapa
dirinya menangis padahal yang diberitakan adalah kabar yang baik. Abu Bakar Ash-Shiddiq
mengatakan, “bukankah dengan begitu artinya tugas beliau telah selesai? Dan
jika tugas beliau telah selesai, bukankah artinya beliau akan segera
meninggalkan kita”.
Suatu
hari Rasulullah SAW merasakan sakit kepala yang luar biasa, sehingga harus
mengencangkan ikatan sorban di kepalanya agar berkurang rasa sakitnya.
Rasulullah SAW berkata, “seorang hamba diberikan pilihan oleh Allah SWT untuk
menjadi Rasul dan raja atau Rasul dan hamba, maka ia memilih untuk menjadi
Rasul dan hamba. Dan Allah SWT memberikan pilihan: apakah kehidupan dunia dan
kejayaannya atau ar-rafiqul ‘a-la, dan ia memilih ar-rafiqul ‘a-la”.
Mendengar kata-kata Rasulullah SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq R.A. kembali menangis
tersedu-sedu. Kemudian orang-orang bertanya, “mengapa kau ini, Rasulullah SAW
bercerita tentang orang yang diberikan pilihan-pilihan, tapi kau menangis.”
Kemudian Abu Bakar R.A. mengatakan, “tidakkah kalian tahu siapakah yang
diberikan pilihan itu? Itu adalah Rasulullah SAW, yang beliau telah memilih ar-rafiqul
‘a-la yang berarti teman yang paling tinggi (yakni Allah SWT). Dia memilih
untuk kembali kepada Allah SWT.”
Tidak
lama kemudian Rasulullah SAW mulai sakit, sakit yang disertai demam tinggi dan
kepalanya sakit. Sehingga beliau hanya bisa berbaring di rumah, mulai tidak
bisa ke masjid. Rasulullah SAW memerintahkan agar Abu Bakar Ash-Shiddiq R.A.
yang mengimami shalat berjamaah.
Pada
suatu hari Abu Bakar Ash-Shiddiq R.A. datang terlambat ke masjid, karena jarak
dari rumahnya menuju masjid yang cukup jauh. Sehingga Umar bin Khattab R.A.
telah mengumandangkan takbir bersiap untuk mengimami shalat, karena orang-orang
menyuruhnya. Rasulullah SAW mendengar bahwa bukan suara Abu Bakar R.A., beliau
terbangun seraya berkata, “demi Allah! Allah dan Rasul-Nya tidak ridha kecuali
Abu Bakar.”. Hal ini disampaikan ke masjid, sehingga Umar yang mendengar hal
ini mundur dari pengimamannya kemudian menangis tersedu-sedu dan sangat
ketakutan, “celakalah kalian! Kalian telah mendorongku ke tempat yang tidak
seharusnya. Celakalah kalian! Mengapa kita tidak menunggu Abu Bakar datang.”,
kemudian Abu Bakar datang dan mengimami orang shalat.
Hari
berganti hari, penyakit Rasulullah SAW semakin parah. Sebagian mu’arrif (ahli
sejarah) berpendapat bahwa racun yang dulu dibubuhkan oleh perempuan Yahudi
dalam perang Khaibar itu turut memperparah kondisi Rasulullah SAW di akhir
hayatnya tersebut.
Pada
suatu hari, Rasulullah SAW merasa mulai agak enakan dan berangkat ke masjid
untuk shalat berjamaah. Al-Abbas bin Abdul-Muththalib (paman
Rasulullah SAW) dan Ali bin Abi Thalib (sepupu Rasulullah SAW) memapah beliau
untuk ke masjid. Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq R.A. bertakbir, Rasulullah SAW
didudukkan di belakang Abu Bakar Ash-Shiddiq. Merasa Rasulullah SAW ada di
belakangnya, beliau mundur dari pengimaman. Namun Rasulullah SAW, menolaknya
dengan mendorongnya kembali ke pengimaman. Abu Bakar maju sejauh pendorongan
tangan Rasulullah SAW, tetapi ketika tangannya terlepas Abu Bakar kembali
mundur. Begitu terus sampai tiga kali. Kemudian Abu Bakar R.A. duduk di samping
Rasulullah SAW dengan mundur sedikit, dan beliau mengisyaratkan kepada jama’ah
untuk melaksanakan shalat secara duduk. Agar Rasulullah SAW dapat mengimami
shalat. Karena jikalau imamnya duduk, maka makmumnya juga harus duduk. Maka
Rasulullah SAW mengimami shalat dalam keadaan duduk. Setelah shalat Rasulullah
SAW menegur Abu Bakar, “ya Abu Bakar, mengapa engkau mundur? Padahal telah
kuperintahkan kau menjadi imam.”, kemudian Abu Bakar Ash-Shiddiq R.A. menjawab,
“sungguh ya Rasulullah, lebih baik tanah di depanku terbuka dan aku terperosok
ke dalamnya, lalu bumi menghimpitku sampai aku binasa. Daripada aku menjadi
imam, padahal di belakangku ada Rasulullah SAW”. Itu adalah bentuk adab
penghormatan beliau kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW pun bersabda,
“jikalau boleh mengambil khalil (kekasih) dari kalangan manusia, maka
akan kujadikan Abu Bakar sebagai khalil-ku”. Tetapi Allah SWT telah
cukupkan diantara kami persahabatan dan persaudaraan.
Kemudian
Rasulullah SAW menyampaikan beberapa wasiat kepada para sahabat. Beliau
berkata, “aku tinggalkan kalian dengan dua perkara ini. Kalian tidak akan
tersesat jika berpegang pada kedua perkara tersebut, yakni a-qur’an dan
sunnah.”
Tidak
lama kemudian Rasulullah SAW wafat. Kabar tersebut begitu mengguncang Madinah,
sebagian orang tidak percaya bahwa Rasulullah SAW wafat. Sayyidina Umar bin
Khattab merasa sangat terguncang pula atas berita tersebut, karena betapa
besarnya cintanya terhadap Rasulullah SAW. Didepan rumah ibunda Aisyah (tempat
Rasulullah SAW menghembuskan nafas terakhir), Umar dengan menghunus pedangnya
berjalan bolak-balik kian kemari, mengancam oang-orang yang mengatakan,”demi
Allah! Rasulullah tidak wafat. Rasulullah hanya sedang menghadap Allah dan
nanti akan kembali. Dulu juga Musa A.S. dikatakan mati, karena beliau bertemu
dengan Allah selama 40 hari. Demi Allah! Rasulullah SAW pun demikian. Siapa
orang munafik yang mengatakan Rasulullah wafat, maju kemari, akan kupotong
lidahnya!”. Hingga akhirnya Abu Bakar (ayah dari Aisyah) datang dan masuk
kedalam rumah. Sedangkan Umar tidak dapat masuk karena tidak ada hubungan
dengan pemilik rumah, yaitu Aisyah. Beliau melihat dan mencium jasad Nabi
seraya berkata, “betapa harumnya dirimu ya Rasulullah ketika engkau masih
hidup. Dan betapa harumnya engkau ketika telah wafat. Jika ini kematianmu ya
Rasulullah, sesungguhnya Allah SWT tidak akan mengumpulkan dua kematian padamu.
Maka, selamat tinggal dan sampai jumpa, ya Rasulullah.”. Kemudian Abu Bakar
keluar untuk menenangkan orang-orang. Umar masih tidak mau tenang hingga
dibacakan sebuah ayat yang berarti, “siapa yang menyembah Muhammad, maka
Muhammad mati. Siapa yang menyembah Allah, maka Allah kekal. Sesungguhnya
Muhammad adalah rasul. Dan sebelumnya telah banyak rasul. Apakah setelah
Muhammad mati kalian akan kembali ke belakang?”. Setelah mendengar ayat
tersebut, Umar terkulai lemas dan berlutut, “seakan-akan ayat itu baru turun
ketika Abu Bakar bacakan. Padahal ayat tersebut sering kami baca.”. Maka Abu
Bakar berhasil mengatasi krisis pertama yang terjadi, yakni krisis ketika
Rasulullah wafat. Abu Bakar memimpin pengurusan jenazah Rasulullah SAW, bersama
Al-Abbas bin Abdul-Muththalib (paman Rasulullah SAW), Ali bin Abi
Thalib (sepupu Rasulullah SAW), Fadl bin Abbas (putra sayyidina Abbas) dan
Usamah bin Zaid di dalam rumah Rasulullah SAW. Kemudian orang-orang berdatangan
untuk menyolatkan Rasulullah SAW.
Bersambung......
Wallahu ‘alam bissawab.
Catatan: Menit
0:0 hingga 12:15