*

Pages

Saturday, 27 February 2016

Python: Cekikan Ilmu

Tampilan Python
Apa yang terlintas dalam benak Anda ketika mendengar kata ‘python’? Mungkin Anda sekalian akan berpikir bahwa itu adalah sebuah ular sanca yang ukurannya sangat besar yang dapat ditemukan di beberapaa daerah di Indonesia, bahkan python tersebut adalah ular yang sangat mengerikan karena dapat menelan manusia dewasa bulat-bulat.
Yang sebenarnya ingin saya sampaikan disini adalah mengenai python ‘yang lain’, yang pada awalnya memiliki tingkat mengerikan yang sama tingginya. Namun, seiring berjalannya waktu berangsur-angsur menjadi hal yang sangat menyenangkan dan meningkatkan rasa penasaran. Python adalah bahasa pemrograman yang diciptakan oleh Guido van Rossum dan populer sebagai bahasa skripting dan pemrograman Web. Merujuk pengertian dari Wikipedia, Python adalah bahasa pemrograman interpretatif multiguna dengan filosofi perancangan yang berfokus pada tingkat keterbacaan kode. (Wikipedia.co.id)
Masih ingat game 2048 kan?
(Ini hasil karya orang lain ya, yang katanya membuat
program ini ketika sedang bosan di kelas,
such an amazing pal, right?)
Berawal dari Fall semester kemarin. Tepat saat saya menduduki semester ketiga saya di kampus, namun semester kelima saya di Turki. Saat fall semester kemarin saya dengan santainya memilih mata kuliah wajib yang harus diambil, dan begitu melihat salah satu mata kuliah pilihan dari departemen saya yang satu ini, tanpa ragu saya klik kanan pada tikus yang saya genggam, dan, ya! İa akan menjadi pelajaran baru selama satu semester kedepan, pikir saya.
Introduction into Programming. Saya adalah mahasiswi matematika yang merasa menemukan ketertarikan di bidang komputer. Maka dari itu saya memilih mata kuliah pilihan tersebut.
Minggu pertama di kelas Introduction into Programming, terasa menyenangkan. Hanya saja saya sedikit dibuat bingung oleh penciptaan algoritma-algoritma yang cantik itu. Logika saya masih belum  bisa bermain. Ah, bakalan belajar kok cara buat algoritmanya.
Python adalah bahasa pemrograman yang akan kita pakai saat itu. Saya yang sudah pernah mempelajari bahasa pemrograman Pascal ini sedikit merasa yakin, bahwa mata kuliah ini tidak akan begitu sulit.
Program yang berhasil! -Dikerjakan bersama-sama sang Dosen-
Realita ≠ Ekpektasi! Mata kuliah yang satu ini sangat menguras pikiran, tenaga, dan waktu saya, sungguh! Direpotkan dengan tugas-tugas yang tak pernah dapat saya selesaikan 100%. Seperti sesuatu yang tak berujung. Tapi, saya tak mau menyerah begitu saja pada keadaan.

“Pedang yang tumpul tidak akan bisa memenangi sebuah peperangan. Tetapi pedang yang terus diasah dengan kesabaran, hingga akhirnya menjadi tajam, itulah yang akan memenangi peperangan.”
Melukis Pelangi, Catatan Hati Oki Setiana Dewi, halaman 109

Saya pun terus belajar dan belajar, berlatih dan berlatih. Midterm dipelupuk mata, hal buruk terjadi. Satu kelas yang terdiri kurang dari dua puluh mahasiswa ini membuat grup WhatsApp sejak pertama kali kami bergabung di kelas tersebut. Ketika tiba waktu midterm, teman-teman sejawat saya menyarankan kepada dosen, yang berhubung ada didalam grup tersebut juga, untuk memberikan midterm dalam bentuk tugas ber-deadline. Saya bingung, entah harus setuju atau tidak. Hingga akhirnya, diputuskanlah sebuah tugas di minggu terakhir sebelum midterm.
“Tidak boleh ada yang saling contek! Karena saya akan tahu.”, begitu peringatannya.
Berhari-hari saya berkutat didepan laptop saya demi menyelesaikan tugas ini. Dan berakhir dengan saya menginap dirumah kawan sekelas saya dengan maksud berdiskusi atas tugas ini. Ada beberapa hal yang belum dia selesaikan dan saya telah selesaikan. Begitupun sebaliknya. Kamipun berinisiatif untuk saling barter bagian yang belum lengkap, meski dengan melakukan barter bukan berarti tugas tersebut kami selesaikan 100%.
Sudah jatuh tertimpa tangga. Bukan hanya tidak dapat kami selesaikan secara sempurna, eh, dosennya malah memotong nilai kami berdua. Karena kami dianggap saling mencontek. Pfff. Sayang seribu sayang. Semenjak hari itu, kami mengerjakan tugas SELALU masing-masing, bertanya pun saling sungkan. How bad, isn’t it?
Sudah terbayang bukan bagaimana pilunya final exam nantinya. Dan, tidak jauh berbeda. Awalnya kami dijadwalkan akan ujian akhir semester pada hari Kamis. Namun, teman-teman saya, seperti biasa, menawar untuk diberikan dalam bentuk pekerjaan rumah. Dan ya, dosen kami memberikan tugas dan dengan deadline hari minggunya. Saya sudah merasa tidak enak perasaan, deadline-nya terlalu lama. Dan itu akan membuat saya berkutat dengan tugas terus-menerus, sedangkan saya masih memiliki tiga buah ujian di minggu berikutnya. Yang beberapa catatannya belum sempat saya baca dan pelajari ulang sama sekali. Saya dedikasikan hari kamis dan jum’at saya seharian penuh hanya untuk menyelesaikan tugas tersebut. İngin menangis rasanya, saya tak dapat menyelesaikannya. Bahkan untuk memulai saja saya kebingungan. Hingga akhirnya saya mencari sebuah alternatif jawaban atas tugas saya tersebut. Dan alternatif jawaban tersebut akan saya gunakan jika didetik terakhir saya masih belum bisa menyelesaikannya.
Sabtu, H-1 deadline tugas. Teman-teman saya mulai berkoar di grup atas sulitnya tugas yang beliau berikan, dan ya. Tidak ada satupun diantara kami yang dapat menyelesaikannya. Hingga sang dosen memutuskan untuk memberikan ujian yang sesungguhnya. Tidak dalam bentuk tugas. Beliau memutuskan hari Senin akan dilaksanakan ujian tersebut. Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa. İngin rasanya saya berteriak kesal. Saya belum mempersiapkan ujian lainnya. Bagaimana ini terjadi? Tetapi setidaknya kami menyelesaikan ujian pelajaran tersebut dengan ’sedikit’ lebih lancar.
Terdengar seperti menggerutu, ya? Tapi tahukah kalian, saya sempat merasa tidak puas dengan jurusan yang saya pilih, Matematika. Saya sempat bepikir, “Mengapa saya tidak memilih jurusan yang lebih aplikatif, seperti teknik komputer?”, yang bahkan sering saya munajatkan dalam do’a saya. Saya sangat berterima kasih atas apa yang telah saya lalui, dan bagaimana Allah SWT mencoba membukakan mata saya untuk bersyukur atas apa yang telah saya miliki saat ini. Jika saya berada di jurusan teknik komputer, bagaimana jadinya saya nanti? Baru diberi sebuah mata kuliah yang mengharuskan untuk terus dan terus berkutat didepan layar komputer saja saya sudah seperti orang kebakaran janggut. Apalagi jika saya tercebur kedalam jurusan tersebut? Allah memang Maha Pengasih. Alhamdulillah. Tapi, bagaimanapun juga, saya tetap menyukai python! :D

“Barangsiapa yang tidak tahan dengan lelahnya belajar, maka bersiaplah untuk merasakan perihnya kebodohan.”
Imam Syafi’i


Share:

0 komentar:

Post a Comment

Untuk kritik dan sarannya mohon dilampirkan dibawah ini.... Terima Kasih

Search in This Blog

Pesan untuk Penulis

Name

Email *

Message *

Archives

Another Blog

Tulisan Terbaru!

Witsqa Masak: Yumurtali Patates

DISCLAIMER!  Witsqa Masak merupakan kumpulan resep yang terhitung berhasil untuk dipraktekkan oleh saya. Sumber resepnya sendiri bisa berasa...