*

Pages

Thursday, 18 February 2016

Culture Shock!



Istilah ini tentu  tidaklah asing bagi rantau-ers yang sedang berusaha melanglang buana menaklukan tanah yang sedang ia pijaki. Baik itu didalam ataupun luar negeri. Saya, yang alhamdulillah hampir memasuki tahun ketiga saya ditanah perantauan ini juga tak luput dari yang namanya culture shock, dari pertama kali tiba hingga detik ini. Mungkin bedanya, sekarang saya not that shock to face such  the culture shock. Brave enough? Nope. Seperti kata orang bijak klasik, ”bisa karena terbiasa”, tapi perlu saya tambahkan sedikit disini, “jika belum bisa, maka paksa!”. Karena gak selamanya kita hanya bisa duduk termenung didalam lingkaran comfort zone kita. Eits, sebelum semakin melebar macam pancake, disini saya bermaksud menceritakan sebuah hal. Hal yang mungkin dianggap sepele oleh teman-teman, namun bagi saya ini bukanlah hal yang sepele. Malahan dua pele, tiga pele, puluh-puluh pele. Waduh, sebelum makin jayus mending langsung disimak aja yuk curhatan sepele yang tak mau dianggap sepele ini.

“SMA adalah masa-masa yang sangat indah. Jangan kau siakan masa SMA-mu.”, begitu kata orang yang berada di antah-berantah. Saya tidak pernah menggubris kata-kata tersebut, hingga akhirnya saya mengalami sendiri rasa kehilangan atas kebahagiaan di masa putih abu-abu tersebut. Dunia perkuliahan jauh berbeda. Melebihi apa yang saya ekspektasikan. Saya yang terbiasa memiliki banyak sahabat, mendapati kenyataan bahwa saya harus merantau kuliah menghancurkan kenangan-kenangan indah akan persahabatan. Tanpa bermaksud curhat saya ingin bercerita: Di tanah rantau, Alhamdulilah, saya memiliki banyak teman. Namun, saya belum merasa mendapatkan sahabat yang benar-benar ada dikala suka dan duka seperti saat di masa lalu.
“Kriiiiing….”
Handphone berdering dengan teriring ringtone yang aneh, pertanda bahwa saya mendapat panggilan video via Skype.
“Kak? Apa kabar, Kak? Ini Ibu. Kamu sehat-sehat aja kan?”, suara sumringah terdengar dari seberang sana.
“Ya. Alhamdulillah, bu.”, jawab saya penuh dengan rasa bahagia.
Panggilan dari keluarga merupakan kebahagiaan yang tiada terkira. Karena kebetulan pada detik itu saya sedang mengerjakan sesuatu. Saya yang dapat menerima dengan baik sinyal hajat ibu untuk saling bertukar rindu via Skype itu saya iyakan tanpa ragu.
Sesungguhnya hari itu saya sedang sangat down. Kesedihan menyelimuti diri ini ketika mendapati kenyataan, seorang yang bukan individualis harus berjuang menghadapi segalanya sendiri. Sesungguhnya, saya merasa tidak masalah. Namun, terkadang manusia ingin berbincang-bincang. Membicarakan segala hal. Dari yang penting hingga tak penting sama sekali.
Ibu yang memahami kegundah-gulanaan putri semata wayangnya itu dengan sigap dan penuh dengan kehati-hatian bertanya, ”Ada apa, Kak?”
“Kakak, lagi sedih bu”, menahan sendu.
Kurang lebih setengah jam saya menceritakan perasaan yang mengganjal di hati saya.
“Kak…Ibu ada cerita, dengerin ya.”, ungkap ibu halus.
“Sewaktu Ibu berada di tanah suci kemarin, ada sebuah kejadian yang tak terduga. Ibu berangkat ke masjid bersama rombongan haji lainnya. Ibu berniat ke kamar kecil dan meminta sahabat Ibu untuk menemani Ibu. Tahukah kak apa yang terjadi? Ibu ditinggalin. Rombongan juga udah pada pergi entah kemana. Disitu ibu cuma bisa berdo’a ke Allah SWT supaya memberikan petunjuk cara kembali ke tempat menginap. Alhamdulillah… Ada aja yang membantu Ibu. Dengan bermodalkan bahasa isyarat dan bahasa kalbu orang-orang di sekitar masjid memberitahu Ibu tentang bus mana yang harus dinaiki, Ibu harus turun dimana, dan lain-lain. Akhirnya semenjak itu Ibu kalau kemana-mana selalu sendiri. Gak terlalu menggantungkan diri pada orang lain. Dan pada waktu itu, Ibu teringat akan anak Ibu yang berada jauh disana. Apalagi kamu ya kak, Ibu gak pernah memikirkan kalau kamu bakal ngalamin hal seperti ini. Yang terpenting mau kamu ada teman dekat atau tidak, Allah SWT bersamamu kak.”, tukasnya panjang lebar.
Tak terasa air mata ini jatuh dari pelupuk mata. Kupalingkan handphone ini ke lain arah agar wanita yang paling saya sayangi ini tidak melihat tetesan air mata yang mengalir dengan derasnya.


Share:

2 comments:

Untuk kritik dan sarannya mohon dilampirkan dibawah ini.... Terima Kasih

Search in This Blog

Pesan untuk Penulis

Name

Email *

Message *

Archives

Another Blog

Tulisan Terbaru!

Witsqa Masak: Yumurtali Patates

DISCLAIMER!  Witsqa Masak merupakan kumpulan resep yang terhitung berhasil untuk dipraktekkan oleh saya. Sumber resepnya sendiri bisa berasa...