Istilah ini tentu tidaklah asing
bagi rantau-ers yang sedang berusaha
melanglang buana menaklukan tanah yang sedang ia pijaki. Baik itu didalam
ataupun luar negeri. Saya, yang alhamdulillah hampir memasuki tahun ketiga saya
ditanah perantauan ini juga tak luput dari yang namanya culture shock, dari pertama kali tiba hingga detik ini. Mungkin
bedanya, sekarang saya not that shock to
face such the culture shock. Brave enough? Nope. Seperti kata orang
bijak klasik, ”bisa karena terbiasa”, tapi perlu saya tambahkan sedikit disini,
“jika belum bisa, maka paksa!”. Karena gak selamanya kita hanya bisa duduk
termenung didalam lingkaran comfort zone
kita. Eits, sebelum semakin melebar macam pancake,
disini saya bermaksud menceritakan sebuah hal. Hal yang mungkin dianggap sepele
oleh teman-teman, namun bagi saya ini bukanlah hal yang sepele. Malahan dua
pele, tiga pele, puluh-puluh pele. Waduh, sebelum makin jayus mending langsung disimak aja yuk curhatan sepele yang tak mau
dianggap sepele ini.
“SMA adalah masa-masa yang sangat indah. Jangan kau siakan masa SMA-mu.”,
begitu kata orang yang berada di antah-berantah. Saya tidak pernah menggubris
kata-kata tersebut, hingga akhirnya saya mengalami sendiri rasa kehilangan atas
kebahagiaan di masa putih abu-abu tersebut. Dunia perkuliahan jauh berbeda.
Melebihi apa yang saya ekspektasikan. Saya yang terbiasa memiliki banyak
sahabat, mendapati kenyataan bahwa saya harus merantau kuliah menghancurkan
kenangan-kenangan indah akan persahabatan. Tanpa bermaksud curhat saya ingin
bercerita: Di tanah rantau, Alhamdulilah, saya memiliki banyak teman. Namun,
saya belum merasa mendapatkan sahabat yang benar-benar ada dikala suka dan duka
seperti saat di masa lalu.
“Kriiiiing….”
Handphone berdering dengan teriring ringtone
yang aneh, pertanda bahwa saya mendapat panggilan video via Skype.
“Kak? Apa kabar, Kak? Ini Ibu. Kamu sehat-sehat aja kan?”, suara
sumringah terdengar dari seberang sana.
“Ya. Alhamdulillah, bu.”, jawab saya penuh dengan rasa bahagia.
Panggilan dari keluarga merupakan kebahagiaan yang tiada terkira. Karena
kebetulan pada detik itu saya sedang mengerjakan sesuatu. Saya yang dapat
menerima dengan baik sinyal hajat ibu untuk saling bertukar rindu via Skype itu saya iyakan tanpa ragu.
Sesungguhnya hari itu saya sedang sangat down. Kesedihan menyelimuti diri ini ketika mendapati kenyataan,
seorang yang bukan individualis harus berjuang menghadapi segalanya sendiri.
Sesungguhnya, saya merasa tidak masalah. Namun, terkadang manusia ingin
berbincang-bincang. Membicarakan segala hal. Dari yang penting hingga tak penting
sama sekali.
Ibu yang memahami kegundah-gulanaan putri semata wayangnya itu dengan
sigap dan penuh dengan kehati-hatian bertanya, ”Ada apa, Kak?”
“Kakak, lagi sedih bu”, menahan sendu.
Kurang lebih setengah jam saya menceritakan perasaan yang mengganjal di
hati saya.
“Kak…Ibu ada cerita, dengerin ya.”, ungkap ibu halus.
“Sewaktu Ibu berada di tanah suci kemarin, ada sebuah kejadian yang tak
terduga. Ibu berangkat ke masjid bersama rombongan haji lainnya. Ibu berniat ke
kamar kecil dan meminta sahabat Ibu untuk menemani Ibu. Tahukah kak apa yang
terjadi? Ibu ditinggalin. Rombongan juga udah pada pergi entah kemana. Disitu
ibu cuma bisa berdo’a ke Allah SWT supaya memberikan petunjuk cara kembali ke
tempat menginap. Alhamdulillah… Ada aja yang membantu Ibu. Dengan bermodalkan
bahasa isyarat dan bahasa kalbu orang-orang di sekitar masjid memberitahu Ibu
tentang bus mana yang harus dinaiki, Ibu harus turun dimana, dan lain-lain.
Akhirnya semenjak itu Ibu kalau kemana-mana selalu sendiri. Gak terlalu menggantungkan
diri pada orang lain. Dan pada waktu itu, Ibu teringat akan anak Ibu yang
berada jauh disana. Apalagi kamu ya kak, Ibu gak pernah memikirkan kalau kamu
bakal ngalamin hal seperti ini. Yang terpenting mau kamu ada teman dekat atau
tidak, Allah SWT bersamamu kak.”, tukasnya panjang lebar.
Tak terasa air mata ini jatuh dari pelupuk mata. Kupalingkan handphone ini ke lain arah agar wanita
yang paling saya sayangi ini tidak melihat tetesan air mata yang mengalir
dengan derasnya.
Ini... real-life?
ReplyDeleteMenurutmu? :D
Delete