Waktu telah menunjukkan pukul 17.00
WIB, itu artinya pertemuan hari itu memang sudah seharusnya diakhiri.
Senja hari di LBPP LIA, tempatku
menimba ilmu bahasa Inggris. Sebelum bergegas pulang ke kediamannya
masing-masing, sebagian besar temanku menyempatkan diri untuk memberikan
rezekinya kepada abang tukang kentang goreng langganan kami yang biasa mangkal tepat didepan gedung LIA
tersebut. Kentang goreng crunchy bertabur
bumbu yang dapat membuat siapa saja tergiur untuk mencicipinya. Hmm.. Yummy. Kerenyahannya? Luar biasa! Cita rasanya?
Tak ada dua!!
"Bye, Dhil! Aku duluan yaaa...", ujar Mentari berlalu begitu
saja.
Tak sempat ku membalas untuk
melambaikan tanganku, bayangannya langsung menghilang bak terbawa angin.
Aku belum pulang. Biasanya seusai les
bahasa Inggris, aku langsung bergegas menuju pangkalan angkot yang selalu siap
sedia mengantarkan para penumpangnya dari persimpangan sana, tak jauh dari
tempatku berdiri saat itu. Namun, hari itu berbeda.
"Dhil, jangan pulang pakai angkot ya. Biar bapak jemput,
sehabis pulang kantor.”
Itu adalah pesan teks yang kuterima dari
bapak ditengah-tengah waktu belajarku tadi. Aku sangatttt bahagia! Bagaimana tidak?
Bapak akan menjemputku hari ini! Aku yang cenderung senang menikmati
pemandangan dari atas motor berjingkrak-jingkrak kesenangan menyambut hari istimewa
ini.
"Ini udah jam 5 lewat tapi kok bapak
belum datang sih!!", aku menggerutu didalam hati.
Kuambil majalah CnS. Kubaca sekilas. Bosan! Bermaksud membeli snack-snack, para penjual sudah kembali
ke peraduannya. Dan hal yang paling mengerikan adalah kenyataan bahwa tempat
kursusku yang semakin gelap ini terasa sangat menyeramkan.
Waktu menunjukan hampir pukul 18.00 WIB, aku sangat kesal. Ingin menangis
saja rasanya. Tiba-tiba kulihat sekelibat bayangan, seraya memanggil, “Dhiilll….”
Rupanya itu bapak! Bingung haruskah aku bahagia atau marah. Karena aku
sungguh kesal pada bapak. Akupun lekas duduk di jok belakang motor Honda keluaran
akhir tahun 2006an tersebut. Tanpa mengeluarkan sepatahkatapun aku diam
terduduk. Tak kusadari kemonyongan bibirku telah mencapai beberapa sentimeter.
Bapak mencuri pandang melalui kaca spion. Aku membuang muka. Bapak memulai
bercerita lucu seperti biasanya. Aku menahan tawa, tanpa ekspresi. Bapak menawarkan
makanan kesukaanku, pisang goreng, tapi aku hanya diam saja tak menjawab. Aku sungguh
kesal.
Yang kukagumi dari Bapak adalah termometer kesabarannya yang tak pernah
meletus. Dan satu hal yang kusadari, betapa menjengkelkannya aku saat itu! Bapak
tidak menyerah, ia tersenyum seraya membuka sebuah cerita lain yang bahkan aku
tak tertarik untuk mendengarnya.
“Dhil, tahu gak didalam hidup ini ada yang namanya golden words. Golden words
itu ada dua buah. Apa aja coba, tebak?”, tanyanya penuh dengan kejenakaan.
“Gak tau.”, jawabku ketus.
“Ah, masa udah kursus Bahasa Inggris masih belum tahu sih?”, timpalnya
meyakinkan.
“Hmmm….. Thanks and Sorry”,
jawabku sekenanya.
“Yah…betul. Nah, bapak juga mau pakai golden
words itu buat kamu ya, nak.”, jawabnya singkat.
Aku terdiam.
“Maafin bapak ya, nak. Udah telat jemput kamu. Tadi kerjaan tiba-tiba nambah,
belum lagi macet.”, jawabnya memberikan penjelasan.
Kini giliranku yang mengintipnya dari balik kaca spion. Ia masih berusaha
mengembangkan senyumnya. Aku masih terpaku. Hingga sejurus kemudian,
“Dhila keselll…. Dhila udah nungguin bapak lama banget, tapi bapak gak dateng-dateng.
Dhila pikir bapak gak bakalan dateng. Belum lagi, tempat Dhila nunggu jadi
gelap gulita, serem. Dhila takut, pak!”, jawabku meredam emosi.
Bukan sulap bukan sihir, sesungguhnya emosiku sedikit berkurang ketika bapak
memancingku dan menjelaskan tentang golden
words. Maafkan Dhila ya, pak. Dhila bisa jadi udah menyakiti perasaan bapak
dengan sikap Dhila saat itu.
1 Mari kita tutup hari ini.
Sampai jumpa lagi di pelajaran selanjutnya.
2 Terima kasih, Bu.
0 komentar:
Post a Comment
Untuk kritik dan sarannya mohon dilampirkan dibawah ini.... Terima Kasih