*

Pages

Thursday, 21 May 2020

Tasbih / Tally Counter



Apa yang terbesit dalam benak kalian ketika membaca judul yang aku sematkan? Sebagian besar dari kalian pasti bakalan jawab, ya itu mah alat bantu supaya pas lagi zikiran nggak lupa itungan aja sih ya. Atau ternyata ada hal lain? Boleh banget di-share di kolom komentarnya. Hehe



Disini aku nggak akan ‘men-tarbiyah’ tasbih itu apa, dzikir itu apa, dst. Tapi aku bermaksud membagikan hal yang mungkin terdengar biasa saja di telinga kalian, tapi ini tuh benar-benar membuat aku melek dan lebih aware lagi. Ini tentang hubunganku dengan mereka, tasbih digital itu, atau yang punya nama keren tally counter. Yang aku pahami tuh, yang namanya ibadah baiknya gak perlu diumbar-umbar, yes, pasti setuju semua dong. Nah, tapi aku sempat merasa ada satu hal yang kontradiksi gitu, “lah kok katanya jangan diumbar-umbar, tapi kenapa tasbih / tally counter ada di tangan, kan orang jadinya bisa liat”. Aku bertanya-tanya, tapi tetap dalam ruang husnudzan, inshaaAllah. Waktu itu mungkin aku juga lagi lupa, kalau ada sebuah hadits yang bunyinya seperti berikut. 

عَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِDari Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits)

Lagian kenapa pula aku mesti merhatiin sekitar ampe segitunya, kan? Tapi yang namanya kepo, tuh bikin pingin tahu banget (yaiyalah wkwk, kalau bikin jadi nggak pingin tahu malah aneh). Cuma gak mungkin juga kan tiba-tiba tanya stranger kayak gitu, bisa-bisa langsung kabur dianya.

Nah qadarullah, Allah tuh baik banget, ngasih aja gitu momen yang pas ke aku. Saat itu, aku lagi kumpul sama teman-teman, dan diantara teman yang ada tuh ada seseorang yang aku anggap paling paham dan ilmunya tinggi. Kutanya lah apa yang mengganjal di hati dan pikiranku selama ini. Kemudian dia diam sejenak dan menarik napas, lalu menjawab

“Gini teh. Memang betul segala bentuk ibadah itu baiknya hanya kita dan Allah saja yang mengetahui. Namun untuk kasus yang teteh tanyakan itu, situasinya agak berbeda. Berbedanya bagaimana? Kita ini manusia, seringnya lupa dan tak luput dari dosa. Jadi dengan adanya tasbih / tally counter di tangan kita, membuat kita yang awalnya sedang bengong aja itu, jadi ingat untuk merubah haluan jadi dzikiran. Anggap aja alat-alat tersebut itu sebagai perantara pengingat supaya tetap dan terus berdzikir. Gitu teh.”

Beliau menjawab dengan tenang, tertata dan lembut. Iya juga sih, terkadang kan ketika kita melakukan perjalanan dari rumah entah ke market, kampus, atau kemanapun itu, nah, pada saat di perjalanan mungkin malah bengong aja, memikirkan hal yang nggak jelas juga, tahu-tahu udah sampai aja di tempat tujuan. Agak sayang juga ya sama waktu yang ada yang sebenarnya bisa lebih bermanfaat.

Lagipula, berdzikir itu adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Selain dapat menenangkan hati, berdzikir juga bermanfaat untuk memberikan ketenangan pikiran. Rasulullah SAW juga sering menggunakan waktu luangnya untuk berdzikir. Karena hal tersebut merupakan salah satu bentuk ibadah dan bisa dilakukan sebanyak-banyaknya. Sebagaimana yang tertulis dalam Q.S. Al-Ahzab ayat 41, yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya.”

Kemudian ibunda Aisyah r.a. berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ
Artinya: “Rasulullah selalu berdzikir kepada Allah dalam setiap kesempatannya”. (HR Bukhari dan Muslim).

Nah mungkin dari hal tersebut bakalan memicu pertanyaan selanjutnya, yaitu kalau nggak ada tasbih / tally counter bagaimana?
Inget ya, benda-benda tersebut tuh hanya perantara. Jangan sampai harus banget ada benda-benda tersebut (khawatir tanpa sengaja, kita jadi malah mencederai akidah jika bergantung pada keberadaannya). Jadi, dzikir itu mesti jalan terus ketika ada maupun tidak ada tasbih / tally counter ya! Tapi kalau tujuannya ingin keep on track udah berapa banyak dzikir kita, ini ada tips dari Wirda Mansur yang pernah aku lihat di channel youtube nya, diantaranya:
1.         Gunakan kertas yang disobek-sobek menjadi 33 bagian (kecil-kecil saja)
2.         Kemudian kertas-kertas tersebut dibuat bola-bola
3.         Ketika mau mulai berdzikir, simpan bola-bola tersebut di kanan (misal).
4.         Jika mulai menghitung, pindahkan bolanya ke kiri.
5.         Dan seterusnya.
Ada rasa menyenangkan juga, karena serasa sembari memainkan bola-bola tersebut, katanya.

Cerita Tentang Dzikir
Mungkin kita semua sudah tidak asing lagi dengan hadits berikut.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Nabi SAW bersabda,
كَلِمَتَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ ، خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ، ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ
“Dua kalimat yang dicintai oleh Ar Rahman, ringan diucapkan di lisan, namun berat dalam timbangan (amalan) yaitu subhanallahi wa bihamdih, subhanallahil ‘azhim (Maha Suci Allah, segala pujian untuk-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Mulia).” (HR. Bukhari no. 7563 dan Muslim no. 2694)

Nah, ada seorang temenku tuh yang mengamalkan ini, dia dawamkan terus. Voila! Kemudahan selalu menghampirinya. Lagi jalan, mau turun pakai lift (karena dia tinggal di lt. 5), eh liftnya langsung datang tanpa perlu dia nunggu lama. Ketika mau naik bis, sesampainya dia di halte tepat bersamaan dengan bis yang ingin ditujunya tiba. MashaaAllah banget lah kekuatan dzikir tuh.

Yaaa.... Aku memang belum ahlul dzikir, diantara kalian juga mungkin ada yang belum. Setidaknya kita semua berusaha ya! Kalau sudah ada kawan yang ahlul dzikir dan baca artikel ini, doakan kami para pejuang dzikir ini ya. Hehe

Oh ya, apakah teman-teman sudah pernah mendengar kisah Imam Ahmad bin Hanbal dan tukang roti? Kisah ini tuh benar-benar melekat banget dipikiranku. Aku akan ceritakan ulang yaaa. Biar tidak menghilangkan esensinya, ceritanya ini akan aku sadur dari link ini.
Begini ceritanya...

Imam Ahmad bin Hanbal r.a. (murid Imam Syafi’i) yang dikenal sebagai Imam Hanbali. Di masa akhir hidup beliau bercerita, 
  “Suatu ketika (ketika saya sudah usia tua) saya tidak tahu kenapa ingin sekali menuju ke salah satu kota di Irak –dalam manaqib Imam Ahmad beliau menuju Bashrah.” 
Padahal tidak ada janji sama orang dan tidak ada hajat. Akhirnya Imam Ahmad bin Hanbal r.a. berangkat sendiri menuju ke kota Bashrah. 

Beliau meriwayatkan 
  “Saat tiba di sana waktu Isya’, saya ikut salat berjamaah isya di masjid, hati saya merasa tenang, kemudian tiba-tiba saya ingin istirahat.”
Selepas salat dan jamaah bubar, Imam Ahmad ingin tidur di masjid, tiba-tiba sang marbot masjid datang menemui imam Ahmad sambil bertanya,
  “Kenapa Syaikh, mau ngapain di sini?" 
term “Syaikh” dalam tradisi Arab bisa dipakai untuk 3 panggilan, bisa untuk orang tua, orang kaya ataupun orang yang berilmu. Panggilan Syaikh dikisah ini panggilan sebagai orang tua, karena imam Ahmad kelihatan sebagai orang tua.

Marbot tidak mengetahui kalau beliau adalah Imam Ahmad, dan Imam Ahmad pun tidak memperkenalkan siapa dirinya. Di Irak, semua orang kenal siapa Imam Ahmad, seorang ulama besar dan ahli hadis, beliau hafal sejuta hadis, sangat saleh dan zuhud. Ketika itu belum ada teknologi kamera dan media sosial seperti sekarang, sehingga orang tidak tahu wajahnya, hanya saja namanya sudah terkenal. Kata Imam Ahmad bin Hanbal r.a., 
  “Saya ingin istirahat, saya musafir.” 
  “tidak boleh, tidak boleh tidur di masjid.”, jawab marbotnya.  
Imam Ahmad melanjutkan bercerita, 
  “Saya didorong-dorong oleh orang itu disuruh keluar dari masjid. Setelah keluar masjid, maka dikuncilah pintu masjid. Lalu saya ingin tidur di teras masjid.” 
Ketika sudah berbaring di teras masjid marbotnya datang lagi, marah-marah kepada Imam Ahmad.
  “Mau ngapain lagi, Syaikh?” tanya marbot. 
  “Mau tidur, saya musafir,” jawab Imam Ahmad. 
Lalu marbot berkata, 
  “Di dalam masjid tidak boleh, di teras masjid juga tidak boleh.” 
Imam Ahmad diusir. 

(Disini sesungguhnya aku agak keki, kok gitu amat ngusir-ngusirnya. Tapi Allah Maha Tahu yang terjadi selanjutnya...)

Imam Ahmad bercerita, 
  “Saya didorong-dorong sampai jalanan”. 
Di samping masjid ada penjual roti (rumah kecil sekaligus untuk membuat dan menjual roti). Penjual roti ini sedang mengolah adonan roti, sambil melihat kejadian Imam Ahmad didorong-dorong oleh marbot tadi. Saat Imam Ahmad sampai di jalanan, penjual roti itu memanggil dari jauh, 
  “Mari Syaikh, anda boleh nginap di tempat saya, saya punya tempat, meskipun kecil.” 
Imam Ahmad menyetujuinya. Imam Ahmad masuk ke rumahnya, duduk di belakang penjual roti yang sedang membuat roti (dengan tidak memperkenalkan siapa dirinya, hanya bilang sebagai musafir). 

Penjual roti ini punya perilaku yang bisa dibilang unik, kalau Imam Ahmad mengajak berbicara, maka ia jawab. Kalau tidak, dia terus membuat adonan roti sambil melafalkan istighfar. Saat meletakkan garam mengucap istighfar, memecahkan telur dengan istighfar, mencampur gandum mengucap lagi istighfar. Selalu mengucap istighfar. 

Imam Ahmad memperhatikan terus. Lalu imam Ahmad bertanya, 
  “Sudah berapa lama kamu lakukan ini?” 
Orang itu menjawab, 
  “Sudah lama sekali Syaikh, saya menjual roti sudah 30 tahun, jadi semenjak itu saya lakukan.”
Imam Ahmad bertanya, 
  “Apa hasil dari perbuatanmu ini?”
Orang itu menjawab, 
  “(berkah wasilah istighfar) tiada hajat yang saya minta, kecuali pasti dikabulkan Allah. Semua yang saya minta ya Allah, langsung dikabulkan”.

Nabi SAW pernah bersabda: “Siapa yang menjaga istighfar, maka Allah akan menjadikan jalan keluar baginya dari semua masalah dan Allah akan berikan rizki dari jalan yang tidak disangka-sangkanya”. 
Lalu orang itu melanjutkan, 
  “Semua dikabulkan Allah kecuali satu, masih satu yang belum Allah kabulkan.”
Imam Ahmad penasaran kemudian bertanya, 
  “Apa itu?”
Penjual roti menjawab, 
  “Saya minta kepada Allah supaya dipertemukan dengan Imam Ahmad bin Hanbal.”
Sejurus kemudian Imam Ahmad bin Hanbal bertakbir, 
  “Allahu Akbar, Allah telah mendatangkan saya jauh dari Bagdad pergi ke Bashrah dan bahkan sampai didorong-dorong oleh marbot masjid itu sampai ke jalanan karena istighfarmu.”

Penjual roti terperanjat, memuji Allah, ternyata yang di depannya adalah Imam Ahmad bin Hanbal. Wallahu A’lam.

***

Jujur! Membaca kisah ini berkali-kali selalu memberikan efek yang sama ketika tiba di bagian akhir bacaan. Merinding dan terharu. Selalu begitu.

inshaaAllah kita juga bisa bercermin dari tersebut. Misal sedang cuci piring. Setiap sudah membasuh sebuah piring disertai satu istigfar, shalawat, maupun dzikir lainnya. Semoga dan semoga Allah senantiasa istiqamah dan dawamkan ya!
Allahumma aamiin.



Share:

0 komentar:

Post a Comment

Untuk kritik dan sarannya mohon dilampirkan dibawah ini.... Terima Kasih

Search in This Blog

Pesan untuk Penulis

Name

Email *

Message *

Another Blog

Tulisan Terbaru!

Witsqa Masak: Yumurtali Patates

DISCLAIMER!  Witsqa Masak merupakan kumpulan resep yang terhitung berhasil untuk dipraktekkan oleh saya. Sumber resepnya sendiri bisa berasa...