Hari yang cerah!
Hari itu adalah hari dimana saya masih
menghabiskan waktu liburan musim panas di tanah air tercinta. Keinginan yang
besar untuk dapat berkopi darat dan bernostalGILA bersama kawan lama merajai istana
perasaan beberapa waktu yang lalu. Berkilo-kilometer jarak rela kutempuh, meski
hanya bermodal sepasang sepatu hitam, yang bahkan bukan milikku----itu adalah
sepatu adikku. Disini aku tidak berhiperbol, apalagi membual dan menggombal,
ini kenyataan! Berjalan kaki dari Jonas Banda hingga sampai ke sebuah lokasi
yang bertuliskan D-A-G-O merupakan suatu perjuangan yang sangat mencengangkan,
bukan? Namun, kerianganku hari itu mengalahkan semua letih yang silih berganti
datang menyerang. Itu semua tidaklah seberapa dibandingkan dengan pertemuan
berharga, proses pemanjangan usia melalui penyambungan tali silaturahim bersama
kawan-kawan tercinta. Tak sabar rasanya ingin segera bertemu dengan mereka!
JAJAN CANTIIIIIK |
Berawal dari jajan-jajan cantik nan lezat di
tempat makan bernama “Bakso Bujangan” yang terletak tak jauh dari meeting point kami (dan disitu pula,
kali pertama bagi saya makan pure
durian!!! And it’s not that bad!!! Es
Durian Kesepian yummyyyy!). Dilanjutkan dengan bertemu teman kami lainnya di
Gramedia di kawasan Jalan Merdeka. Keceriaan hari itu pun bertambah dan semakin
membesar.
Matahari tepat berada diatas ubun-ubun.
Sayup-sayup terdengar suara adzan berkumandang mengalun dengan syahdunya. Angin
semilir…….tidak! Tidak ada angin yang berhembus samasekali siang itu.
Setelah saling bertegur sapa dan bercengkrama ria
sejenak, kami yang belum menunaikan ibadah shalat wajib memutuskan untuk
mencari tempat ibadah terdekat. Sesampainya di mushala kecil yang terletak
tepat di seberang toko buku-buku yang berbandroll
potongan harga besar-besaran itu, kami bergegas mengambil air wudhu dengan
sebelumnya mengamankan sepatu-sepatu indah kami kedalam tempat penitipan sepatu
yang dijelmakan sebagai loker-loker berbentuk persegi sedang, berpintu, dan
berkunci yang tertata rapi.
“Koko, siniin sepatunya. Biar aku simpenin.”, ujar sahabatku, Ama.
Tak sampai hati ini untuk memberikan sepasang
sepatuku kepada sahabatku itu. Bukan karena aku tak mau sepatu indahku ini
disentuh orang lain dengan sesuka hati. Tetapi apakah sopan menyerahkan sepatu
kita kepada orang lain? Ah. Tak apalah. Lagipula ia sudah kuanggap seperti seorang
mama ---- karena Ama adalah orang yang paling cerewet dan paling berperikeibuan
dibandingkan kami semua.
Seusai mengambil air wudhu kami lekas
melaksanakan shalat dzuhur berjamaah. MashaaAllah nikmatnya shalat dzuhur
berjamaah bersama saudari-saudariku ini. Membuatku rindu akan masa-masa ketika
aku masih duduk di bangku SMA dahulu. Keabstrakismean perasaan, yang dibungkus
dengan embel-embel rasa rindu itu melompat-lompat bebas bak petasan di malam
lebaran.
Seusai shalat dan dzikrullah sejenak, tak lupa
kami kembali melipat mukena yang telah kami pakai. Kami saling susul menuju
loker penyimpanan sepatu untuk mengambil sepatu-sepatu kami. Semua orang
mengambil sepatunya masing-masing. Tinggallah aku yang belum mengambilnya dan
terdiam mematung, memandang sekitar. Tetiba saja perasaan tak karuan
menyelimuti relung hati.
“Ada apakah gerangan?”., ujarku dalam hati
kecilku.
Aku pun bergegas mengambil sepatuku, namun….hap.
Duh! Tali sepatuku menyangkut ke loker bagian bawah! Dan loker bawah itu sedang
dalam kondisi terkunci.
Gerak-gerikku yang kebingungan akan cara
menyelamatkan sepatuku tercinta ternyata mengundang tawa dari teman-temanku
tersebut.
“Alah..
Witsqa! Tali sepatunya nyangkut. Hahaha. Kalau yang ternyata di loker bawah itu
pemilik sepatunya cowok, maka ia akan
menjadi jodohmu, ya.”, ujar Ipin disambung dengan tawa menggelegar yang kucegat
karena akan mengundang kebisingan di mushala tersebut.
Hanya sebelah sepatuku yang dapat kuselamatkan.
Aku terdiam berpasrah. Layaknya Cinderella yang kehilangan sebelah sepatu
kacanya, disini aku adalah seorang Witsqarella yang menanti sebelah sepatu yang
memiliki style sporty-boy.
Teman-temanku tak henti-hentinya tertawa. Aku
menunggu dan menunggu kedatangan si fulan itu untuk membuka loker dibawah loker
sepatuku. Ketika kulihat segerombolan orang telah melaksanakan shalat dzuhur
menghambur dan membuka loker mereka satu persatu, aku mengintip-intip malu,
mencoba mencari tahu apa kabar pasangan sepatuku.
“HAHAHA! Cowoook buuu…”, ujar Ipin kegirangan.
Tanpa kusadari ada seorang anak remaja (putri)
yang sedari tadi duduk didekat tempat penitipan sepatu tersebut yang kemungkinan
besar memperhatikan semua gerak-gerik serta percakapan kami sedari tadi. Ia
hanya dapat menahan tawanya yang berada diujung mulut sembari menyunggingkan
senyum diujung bibirnya, namun ia berusaha menutupinya dengan telapak
tangannya, yang malah terlihat seperti orang yang kesenangan karena sakit gigi.
Gila-gilaan bersama teman-temaaaaaaan |
Dengan sigap aku mengambil sepatuku yang
temalinya menyangkut sedari tadi. Segera kupakai dengan tergesa. Lalu berlalu
begitu saja tanpa memperhatikan tawa girangnya teman-temanku.
Lagi-lagi kejadian memalukan mengisi hari
indahku…..
Ah…biarlah mozaik ini aku kumpulkan untuk
nantinya kuceritakan pada anak dan cucuku kelak.
Sebenarnya tulisan ini didedikasikan untuk
sahabatku yang sangat kegirangan ketika mendapati kejadian ini, Ipin Saripin, itu
adalah panggilan kesayanganku untuknya.
Terima
Kasih. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembacanya.
Kritik dan
saran bisa dilampirkan J
Mohon maaf jika banyak kesalahan dalam penulisan, karena tujuan saya
hanya ingin sharing pengalaman.
0 komentar:
Post a Comment
Untuk kritik dan sarannya mohon dilampirkan dibawah ini.... Terima Kasih