*

Pages

Tuesday, 3 October 2017

Volunteering, why not?

Saya Witsqa, mahasiswi Matematika Murni tahun terakhir yang baru saja menyadari hasil psikotesnya delapan tahun yang lalu.
Siapa yang menyangka, saya yang memutuskan untuk menekuni dunia bilangan ini memiliki ketertarikan yang sangat tinggi dalam bidang sosial. Utamanya yang menyangkut pada kegiatan kemanusiaan. Alih-alih berkutat didalam kamar untuk menggunakan segala formula untuk menemukan formula baru lainnya, saya lebih cenderung untuk menggunakan waktu senggang saya untuk berinteraksi dengan manusia lainnya. Ternyata, saya baru ingat, kurang lebih delapan tahun yang lalu saya pernah mengikuti sebuah tes psikotes untuk mendeteksi minat dan bakat. Voila! Ketertarikan terbesar yang saya miliki adalah pada ilmu eksakta dan sosial. How balance, right!

Cerita punya cerita, ketika saya telah menduduki tahun keempat di Turki, yang notabene normalnya usia perjalanan kuliah disini adalah selama lima tahun (tahun pertama diisi dengan kelas persiapan bahasa Turki – fulltime), saya akhirnya memutuskan untuk bergabung kedalam volunteering Aksi Cepat Tanggap (ACT) Turki kemudian secara otomatis tergabung kedalam forum Masyarakat Relawan Indonesia (MRI / Indonesia Volunteer Society). Tugas pertama yang saya dapatkan setelah lolos penyeleksian secara administrasi adalah menerjemahkan beberapa berita dari bahasa Indonesia ke bahasa Turki. Mungkin karena banyaknya pengalaman saya sebagai penerjemah sebagaimana saya catutkan ketika pertama kali mendaftar sebagai relawan ACT. Setelah itu, saya heboh menggembar-gemborkan segala program donasi yang diselenggarakan oleh ACT pusat. ACT yang memiliki fokus utama terhadap isu kemanusiaan di Timur Tengah dan Indonesia tentunya, menuntut saya untuk lebih memperkaya khazanah dalam topik-topik tersebut. Kegiatan ACT Turki terakhir yang mana saya berkecimpung langsung didalamnya adalah kegiatan Buka Bersama dengan Ust. Fadlan. Sejujurnya, saya mengekspektasikan serta menunggu-nunggu datangnya perintah tugas yang mengharuskan langsung turun tangan bertemu dengan pengungsi suriah yang berada di Timur Turki misalnya. Namun, sayangnya perintah tugas itu tak kunjung datang. Mungkin saja spesifikasi saya belum sesuai dengan orang-orang yang mestinya dikirim kesana.
Bersama bapak Iqbal Setyarso (paling kanan), Vice President of Communication Network Department ACT.



Foto Bersama

Foto Bersama



Ust. Fadlan (tengah), Bapak Iqbal Setyarso (kanan)

Tapi, saya tidak berputus asa lagi berkecil hati. Allah SWT memberikan jalan lain yang indah bagi saya. Alhamdulillah saya diberikan kesempatan untuk dapat berkontribusi kepada beberapa pengungsi baik dari Suriah, Afganistan, Irak, dll, yang berdomisili di Ankara. Turk Kizilay (Tuskish Red Crescent) berhasil membuat summer break saya semakin bermanfaat.
Petualangan pertama kami (22/06/17) bersama Turk Kizilay diisi dengan menyalurkan uang sumbangan yang telah warga Indonesia di Ankara kumpulkan kepada dua keluaga dan mengunjungi basis Turk Kizilay yang ada di Ankara, atau yang lebih spesifik disebut dengan tempat pengumpulan barang. Tentunya kami juga menyimpan barang-barang yang telah kami kumpulkan dari warga Indonesia di Ankara di tempat pengumpulan barang Turk Kizilay.
Berikut adalah sekilas dokumentasinya.
 
Meeting point: Sihhiye
Sumbangan dari warga Indonesia di Ankara
tempat pengumpulan barang Turk Kizilay

Mencari tahu, apa saja yang dipelajari disekolah sejauh ini

Bayi selalu menjadi pusat perhatian

Mencoba membuat sarma,
makanan khas turki yang terdiri dari beras beserta daging cincang yang dibumbui
lalu dibungkus dengan daun anggur, kemudian direbus.

High five sebelum berpisah
Salah satu rumah yang kami kunjungi, cukup memprihatinkan

Full-team


Petualangan kedua kami (14/09/17) bersama Turk Kizilay jauh lebih mengesankan. Karena saya mendadak story teller! Hari itu seperti biasanya kami dijemput di daerah Sihhiye. Dengan mobil Caravelle andalan Turk Kizilay Ankara kami melesat ke tempat pengumpulan barang Turk Kizilay. Disana kami menyimpan barang-barang sumbangan yang kami bawa, serta memilah-milah barang yang akan kami gunakan untuk bermain dengan anak-anak. Yap! KAMI AKAN BERMAIN DENGAN ANAK-ANAK!!! Sangat menyenangkan! Setelah dari tempat pengumpulan barang kami melaju untuk menyalurkan lagi sumbangan kepada sebuah keluarga dan dilanjutkan ke Ali Ersoy Youth Centre untuk bertegur sapa dengan yang mengepalainya. Lalu tibalah di puncak acara... Bermain! Kami membacakan cerita, mewarnai bersama, menggambar bersama, serta melakukan kegiatan lainnya bersama-sama. Tentunya diiringi dengan canda dan tawa. Ah.. peristiwa ini mengingatkan saya pada sebuah pepatah kuno, “Bütün İnsanlar Aynı Dilde Gülümser” atau yang memiliki arti “Semua manusia tertawa dengan bahasa yang sama”. How romantic!
Sebenarnya ada sebuah hal mencengangkan yang ingin saya tulis disini, sehingga saya tidak akan pernah lupa. Ketika mobil yang membawa kami menepi ke taman dimana anak-anak berkumpul, mereka semua menyembur seraya berteriak, “Amca, hikaye mi dinleyecegiz?” atau yang memiliki arti “Paman, kita bakalan dengerin cerita kan hari ini?”. Kalian harus melihat bagaimana sorak sorainya mereka ketika paman Turk Kizilay tersebut menganggukan kepalanya seraya tersenyum hangat kepada mereka. Kebahagiaan bagi mereka sangatlah sederhana. Mendengarkan sebuah cerita adalah sesuatu hal yang cukup dinanti oleh binar mata penuh rasa penasaran itu.
Berikut adalah sekilas dokumentasinya.
 
Memilah barang yang akan dibawa 


Full team at Ali Ersoy Youth Centre

at Ali Ersoy Youth Centre
Dirumah sebuah keluarga, adiknya sakit sehingga mamanya harus pergi ke RS membawa adiknya, ia yang membersamai neneknya dirumah mengharuskan dirinya membolos sekolah. Ia tak berayah.
Story telling






Petualangan ketiga kami (19/09/17) bersama Turk Kizilay, petualangan terakhir kami di summer break bersama mereka, namun saya harap itu bukanlah petualangan terakhir kami yang sesungguhnya. Hari itu kami isi langsung dengan bermain dan belajar bersama anak-anak. Tempat yang kami datangi masih sama. Tapi anak-anak yang hadir berbeda. Usut punya usut, anak-anak lainnya sudah mulai bersekolah. Namun yang hadir hari itu adalah anak yang tidak bisa bersekolah, karena mereka belum memiliki tanda pengenal. Hal tersebut masih menjadi isu yang belum berbuah solusi efektif. Semua anak-anak tersebut bisa mendapatkan solusi yang baik. Aamiin.
Hari itu, hal mengharukan lainnya terjadi. Kira-kira tiga anak yang telah melewati beberapa jam kebersamaan dengan kami mengikuti mobil yang melaju normal. Sampai akhirnya mereka tak dapat mengejar kami kembali. Mereka melambaikan tangannya penuh semangat, seakan itu adalah pertemuan terakhir kami. Kami tersedu penuh haru.
Berikut adalah sekilas dokumentasinya.

 
Sumbangan dari warga Indonesia di Ankara

full-team
Mobil pengantar makan siang gratis bagi yang membutuhkan di kawasan tersebut

Separuh waktu membersamai bayik i


















Farewell



Share:

0 komentar:

Post a Comment

Untuk kritik dan sarannya mohon dilampirkan dibawah ini.... Terima Kasih

Search in This Blog

Pesan untuk Penulis

Name

Email *

Message *

Another Blog

Tulisan Terbaru!

Witsqa Masak: Yumurtali Patates

DISCLAIMER!  Witsqa Masak merupakan kumpulan resep yang terhitung berhasil untuk dipraktekkan oleh saya. Sumber resepnya sendiri bisa berasa...