Saya Witsqa, mahasiswi Matematika
Murni tahun terakhir yang baru saja menyadari hasil psikotesnya delapan tahun
yang lalu.
Siapa yang menyangka, saya yang
memutuskan untuk menekuni dunia bilangan ini memiliki ketertarikan yang sangat
tinggi dalam bidang sosial. Utamanya yang menyangkut pada kegiatan kemanusiaan.
Alih-alih berkutat didalam kamar untuk menggunakan segala formula untuk
menemukan formula baru lainnya, saya lebih cenderung untuk menggunakan waktu
senggang saya untuk berinteraksi dengan manusia lainnya. Ternyata, saya baru
ingat, kurang lebih delapan tahun yang lalu saya pernah mengikuti sebuah tes
psikotes untuk mendeteksi minat dan bakat. Voila! Ketertarikan terbesar yang
saya miliki adalah pada ilmu eksakta dan sosial. How balance, right!
Cerita punya cerita, ketika saya
telah menduduki tahun keempat di Turki, yang notabene normalnya usia perjalanan
kuliah disini adalah selama lima tahun (tahun pertama diisi dengan kelas
persiapan bahasa Turki – fulltime),
saya akhirnya memutuskan untuk bergabung kedalam volunteering Aksi Cepat Tanggap (ACT) Turki kemudian secara
otomatis tergabung kedalam forum Masyarakat Relawan Indonesia (MRI / Indonesia Volunteer Society). Tugas pertama
yang saya dapatkan setelah lolos penyeleksian secara administrasi adalah menerjemahkan
beberapa berita dari bahasa Indonesia ke bahasa Turki. Mungkin karena banyaknya
pengalaman saya sebagai penerjemah sebagaimana saya catutkan ketika pertama
kali mendaftar sebagai relawan ACT. Setelah itu, saya heboh
menggembar-gemborkan segala program donasi yang diselenggarakan oleh ACT pusat.
ACT yang memiliki fokus utama terhadap isu kemanusiaan di Timur Tengah dan
Indonesia tentunya, menuntut saya untuk lebih memperkaya khazanah dalam topik-topik
tersebut. Kegiatan ACT Turki terakhir yang mana saya berkecimpung langsung
didalamnya adalah kegiatan Buka Bersama dengan Ust. Fadlan. Sejujurnya, saya mengekspektasikan
serta menunggu-nunggu datangnya perintah tugas yang mengharuskan langsung turun
tangan bertemu dengan pengungsi suriah yang berada di Timur Turki misalnya. Namun,
sayangnya perintah tugas itu tak kunjung datang. Mungkin saja spesifikasi saya belum
sesuai dengan orang-orang yang mestinya dikirim kesana.
|
Bersama bapak Iqbal Setyarso (paling kanan), Vice President of Communication Network Department ACT. |
|
Foto Bersama |
|
Foto Bersama |
|
Ust. Fadlan (tengah), Bapak Iqbal Setyarso (kanan) |
Tapi, saya tidak berputus asa lagi
berkecil hati. Allah SWT memberikan jalan lain yang indah bagi saya.
Alhamdulillah saya diberikan kesempatan untuk dapat berkontribusi kepada
beberapa pengungsi baik dari Suriah, Afganistan, Irak, dll, yang berdomisili di
Ankara. Turk Kizilay (Tuskish Red Crescent) berhasil membuat summer break saya semakin bermanfaat.
Petualangan pertama kami (22/06/17)
bersama Turk Kizilay diisi dengan menyalurkan
uang sumbangan yang telah warga Indonesia di Ankara kumpulkan kepada dua keluaga
dan mengunjungi basis Turk Kizilay yang
ada di Ankara, atau yang lebih spesifik disebut dengan tempat pengumpulan
barang. Tentunya kami juga menyimpan barang-barang yang telah kami kumpulkan
dari warga Indonesia di Ankara di tempat pengumpulan barang Turk Kizilay.
Berikut adalah sekilas
dokumentasinya.
|
Meeting point: Sihhiye |
|
Sumbangan dari warga Indonesia di Ankara |
|
tempat pengumpulan barang Turk Kizilay |
|
Mencari tahu, apa saja yang dipelajari disekolah sejauh ini |
|
Bayi selalu menjadi pusat perhatian |
|
Mencoba membuat sarma, makanan khas turki yang terdiri dari beras beserta daging cincang yang dibumbui lalu dibungkus dengan daun anggur, kemudian direbus. |
|
High five sebelum berpisah
|
|
Salah satu rumah yang kami kunjungi, cukup memprihatinkan |
|
Full-team |
Petualangan kedua kami (14/09/17) bersama
Turk Kizilay jauh lebih mengesankan. Karena
saya mendadak story teller! Hari itu
seperti biasanya kami dijemput di daerah Sihhiye. Dengan mobil Caravelle
andalan Turk Kizilay Ankara kami
melesat ke tempat pengumpulan barang Turk
Kizilay. Disana kami menyimpan barang-barang sumbangan yang kami bawa,
serta memilah-milah barang yang akan kami gunakan untuk bermain dengan
anak-anak. Yap! KAMI AKAN BERMAIN DENGAN
ANAK-ANAK!!! Sangat menyenangkan! Setelah dari tempat pengumpulan barang
kami melaju untuk menyalurkan lagi sumbangan kepada sebuah keluarga dan
dilanjutkan ke Ali Ersoy Youth Centre
untuk bertegur sapa dengan yang mengepalainya. Lalu tibalah di puncak acara... Bermain!
Kami membacakan cerita, mewarnai bersama, menggambar bersama, serta melakukan
kegiatan lainnya bersama-sama. Tentunya diiringi dengan canda dan tawa. Ah..
peristiwa ini mengingatkan saya pada sebuah pepatah kuno, “Bütün İnsanlar Aynı Dilde Gülümser”
atau yang memiliki arti “Semua manusia tertawa dengan bahasa yang sama”. How romantic!
Sebenarnya ada sebuah hal
mencengangkan yang ingin saya tulis disini, sehingga saya tidak akan pernah
lupa. Ketika mobil yang membawa kami menepi ke taman dimana anak-anak
berkumpul, mereka semua menyembur seraya berteriak, “Amca, hikaye mi dinleyecegiz?” atau yang memiliki arti “Paman, kita
bakalan dengerin cerita kan hari ini?”. Kalian harus melihat bagaimana sorak
sorainya mereka ketika paman Turk Kizilay
tersebut menganggukan kepalanya seraya tersenyum hangat kepada mereka. Kebahagiaan
bagi mereka sangatlah sederhana. Mendengarkan sebuah cerita adalah sesuatu hal
yang cukup dinanti oleh binar mata penuh rasa penasaran itu.
Berikut adalah sekilas
dokumentasinya.
|
Memilah barang yang akan dibawa |
|
Full team at Ali Ersoy Youth Centre |
|
at Ali Ersoy Youth Centre |
|
Dirumah sebuah keluarga, adiknya sakit sehingga mamanya harus pergi ke RS membawa adiknya, ia yang membersamai neneknya dirumah mengharuskan dirinya membolos sekolah. Ia tak berayah. |
|
Story telling |
Petualangan ketiga kami (19/09/17)
bersama Turk Kizilay, petualangan
terakhir kami di summer break bersama
mereka, namun saya harap itu bukanlah petualangan terakhir kami yang
sesungguhnya. Hari itu kami isi langsung dengan bermain dan belajar bersama anak-anak.
Tempat yang kami datangi masih sama. Tapi anak-anak yang hadir berbeda. Usut
punya usut, anak-anak lainnya sudah mulai bersekolah. Namun yang hadir hari itu
adalah anak yang tidak bisa bersekolah, karena mereka belum memiliki tanda
pengenal. Hal tersebut masih menjadi isu yang belum berbuah solusi efektif. Semua
anak-anak tersebut bisa mendapatkan solusi yang baik. Aamiin.
Hari itu, hal mengharukan lainnya
terjadi. Kira-kira tiga anak yang telah melewati beberapa jam kebersamaan
dengan kami mengikuti mobil yang melaju normal. Sampai akhirnya mereka tak
dapat mengejar kami kembali. Mereka melambaikan tangannya penuh semangat,
seakan itu adalah pertemuan terakhir kami. Kami tersedu penuh haru.
Berikut adalah sekilas
dokumentasinya.
|
Sumbangan dari warga Indonesia di Ankara |
|
full-team |
|
Mobil pengantar makan siang gratis bagi yang membutuhkan di kawasan tersebut
|
|
Separuh waktu membersamai bayik i |
|
Farewell |
|
0 komentar:
Post a Comment
Untuk kritik dan sarannya mohon dilampirkan dibawah ini.... Terima Kasih