*

Pages

Tuesday, 13 September 2016

Kak.....

Bismillah…
Apa kabar, kawan-kawan? Semoga selalu sehat yaaaaa...

Oke, kali ini saya akan menceritakan tentang sebuah kisah yang saya harap dapat sedikit membuat kita semua untuk lebih merenungkannya lagi.
Berawal dari pertemuan saya dengan seseorang yang awalnya nampak biasa, namun di pertengahan kata-katanya menyihir benak saya untuk dapat menembus zona waktu yang teramat jauh.
Hari itu masih di Wisma Duta KBRI Ankara, saya bersama teman-teman lainnya berusaha membunuh kebosanan dengan sekedar bermain kartu UNO. Kartu berwarna-warni yang dapat dimainkan dengan cara mengeluarkan angka atau warna yang sama, disertai beberapa kartu tambahan istimewa lainnya. UNO sendiri memiliki arti angka satu dalam bahasa Spanyol.
Kebanyakan teman-teman yang berada di Wisma Duta KBRI Ankara saat itu merupakan mahasiswa-mahasiswi Indonesia yang berasal dari seluruh penjuru Turki. Dikarenakan jumlah mahasiswa yang berada di Turki melebihi 500 orang, maka dapat dikatakan wajar jika saya tidak mengenali masing-masing pelajar Indonesia yang sedang menimba ilmu di Turki. Jika nama saja tidak tahu, apalagi angkatan maupun informasi pribadi lainnya.
Ditengah-tengah permainan, saya dengan asyiknya menyebutkan nama orang-orang yang ada disitu dengan menambahkan ‘Kak’ didepannya, karena saya memang tidak tahu apakah mereka lebih senior daripada saya atau tidak. Hingga akhirnya, ada salah seorang teman yang menyatakan,
“Hey, si A itu tuh angkatan dibawah kita tau..”, ujarnya penuh semangat kepada saya.
Dan semenjak itu saya pun memanggil si A tersebut tanpa tambahan ‘Kak’ sebelumnya. Tanpa saya duga tanggapan negatif pun datang dari teman saya si A tersebut.
“Kenapa sih angkatan-angkatan itu penting? Bukankah lebih indah jika kita menghormati semua orang tanpa memandang dia adalah junior ataupun senior kita. Gak ada salahnya kan manggil pake kak.”, ujarnya berapi-api dengan logat khasnya.
Disitu saya terkaget, teringat seseorang dari satu tahun silam mengungkapkan hal yang kurang lebih sama.
Tepat satu tahun yang lalu, ketika liburan musim panas, kami orang-orang Indonesia berkumpul di sebuah taman sekedar untuk menghabiskan waktu bersama dan mengenalkan kota metropolitan Ankara kepada teman-teman yang datang dari luar kota. Kami bermain truth or dare, saya yang awalnya berada di sekitaran orang yang saya kenal sangat baik diharuskan berpindah tempat disebelah orang-orang yang baru saya kenal di musim itu.
Seperti namanya, truth or dare, didalam permainan itu kami hanya memiliki dua pilihan, jika tidak mau jujur menjawab semua pertanyaan yang dilayangkan, ya kita harus bersedia melakukan apa yang diminta oleh mereka. Lucky you! Jika kamu memang tidak memiliki rahasia atau tidak ada kisah menarik yang orang ingin korek darimu.
Botol pun diputar untuk menentukan siapakah ‘mangsa’ selanjutnya, hingga berhentilah moncong botol tersebut di arah adik kelas perempuan saya. Pertanyaan pun berhamburan, dan yang paling kontroversial adalah pertanyaan,
“Apakah hal yang paling memalukan yang pernah kau alami?”
Ia pun menjawab dengan sangat jujur dan rinci. Sayup-sayup saya mendengar bisikan dari sebelah kanan saya tersebut seraya berkata,
“Astagfirullah.. Allah SWT sudah sangat baik menutupi segala aib kita, namun disini kita dengan bahagianya membuka aib kita. Bahkan sampai menertawainya.”, bisiknya sambil memainkan rerumputan yang ada didepannya.
Saya pun mengangguk setuju sekaligus merasa ditampar dan terkesima akan kata-kata yang baru saja dilontarkannya. Oh ya Allah, terima kasih melalui perantara kata-katanya, saya dapat bermuhasabah. Tak hanya itu, disela-sela permainan saya sempat bertanya-tanya banyak hal pada dirinya, karena memang saya tidak kenal baik dengannya. Saya menanyakan dari mulai ia kapan datang ke Turki, angkatan berapa, jurusan apa, hingga berasal dari mana. Sebenarnya ia adalah angkatan saya namun baru datang satu tahun setelah kedatangan saya, karena berbagai uzur. Tampilannya yang terlihat dewasa, membuat saya memanggilnya ‘Kak’ sebelum mengetahui seluk-beluk tentangnya. Setelah ia menceritakan semuanya pun saya terdiam sebentar, menatap kosong rerumputan yang disuguhkan dihadapan kami. Seolah dapat membaca pikiran saya, dia pun mengatakan,
“Ah...betapa indahnya menghormati orang-orang.”, katanya singkat.
“Maksudnya?”, tanya saya tak kalah singkat.
“Iya, betapa indahnya menghormati orang-orang, misalnya memanggil dia ‘Kak’ tanpa mementingkan dia angkatan berapa, lebih tua ataukah lebih muda. Bukankan kita juga senang jika dihormati?”, jawabnya panjang lebar.
Saya pun terdiam. Tak terasa haru-biru memenuhi pikiran dan hati saya saat itu.

Satu tahun berlalu.
Ingatan saya tidaklah sekuat itu. Hingga perkara hormat-menghormati orang itu agaknya ‘terlupakan’ dari benak saya. Sampai akhirnya Allah mempertemukan saya dengan sosok lain yang membuat saya bermuhasabah lagi tentang hal itu.
Terima kasih, kawan...
Tanpa kalian sadari, kalian adalah guru tanpa titel guru yang saya miliki.
Semoga tak hanya saya yang dapat memetik hikmah dari dua orang sahabat saya ini.

Ah.. jadi teringat sesuatu. Tak hanya kedua teman saya, Ayah saya pun pernah memberikan sebuah petuah, yang Alhamdulillah masih saya ingat hingga detik ini. Begini katanya: “Tak ada salahnya kita menghormati orang lain dengan cara memanggilnya kak, teh, dsb, meskipun kenyataannya dia lebih muda daripada kita, jika ilmu yang ia miliki malah lebih banyak daripada kita. ”

Thanks to:
Kedua orang kawan yang dipertemukan dengan saya di dimensi waktu yang berbeda serta ayah saya pastinya.

Terima Kasih. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembacanya.
Kritik dan saran bisa dilampirkan..
Mohon maaf jika banyak kesalahan dalam penulisan, karena tujuan saya hanya ingin sharing pengalaman.


Share:

0 komentar:

Post a Comment

Untuk kritik dan sarannya mohon dilampirkan dibawah ini.... Terima Kasih

Search in This Blog

Pesan untuk Penulis

Name

Email *

Message *

Another Blog

Tulisan Terbaru!

Witsqa Masak: Yumurtali Patates

DISCLAIMER!  Witsqa Masak merupakan kumpulan resep yang terhitung berhasil untuk dipraktekkan oleh saya. Sumber resepnya sendiri bisa berasa...