1. https://www.facebook.com/Upworthy/videos/1743617709012413/
2. https://www.facebook.com/diply/videos/1590833287661694/?hc_ref=ARTWEK3EWsUJZSF7ooXkYuyhnL9xNXELXiR5eQUMoj8DSAhj3s_ADeE8RZPLzME3XOI&pnref=story
Video-video tersebut merupakan alasan utama yang men-trigger saya untuk membuat tulisan seperti ini.
"Boys will be boys", berlaku hal yang sama ketika subjek dan objeknya diubah menjadi girls.
Pic Source: http://www.kingofcv.co.nz/wp-content/uploads/2015/08/Three-Stepping-Stones-to-Positive-Thinking1-480x300.jpg |
Merupakan sebuah stigma di era masa kini ketika mendapati laki-laki hanya melakukan pekerjaan laki-laki, laki-laki tidak melakukan pekerjaan perempuan, seperti; bersih-bersih rumah, memasak, mengurusi adik, pergi ke warung, dan lain sebagainya. Laki-laki hanya ongkang-ongkang kaki membaca koran atau menonton berita ketika istrinya sedang sibuk di dapur. BUKAN SEPERTI ITU BOYS JAMAN NOW!
Perempuan itu harus berambut panjang, lemah lembut, jago di dapur, rapi dan rajin bersih-bersih, serta ribuan ke-perfeksionis-an lainnya dicap harus ada pada perempuan. Tidak! Jago di dapur dan rajin bersih-bersih memang sudah hakikatnya bagi wanita untuk dapat menguasai bidang-bidang tersebut. Karena, suatu hari nanti, bagaimanapun kita akan menjadi pencetak generasi penerus bangsa. Jika 'sarang' calon generasi penerus bangsa tersebut tidak rapi, ataupun asupan nutrisi hariannya tidak tercukupi dengan sempurna, maka akan terjadi disfungsional pada sistem tubuhnya. Bukannya hiperbolik, tapi kita harus menyadari kodrat wanita ya memang seperti itu. Namun, saya tidak setuju jika perempuan itu harus berambut panjang, lemah lembut, dan lain-lain. Tidak ada tuh aturan baku yang mengatur bagaimana menjadi wanita tulen 100%. Itu bukanlah GIRLS JAMAN NOW!
Kurang tepat sebenarnya jika kita mereferensikan dengan menggunakan kata boys dan girls, mari kita buat lebih umum dengan perbendaharaan kata; people.
Saya lahir dari keluarga yang biasa saja, semuanya serba biasa. Namun, kedua orangtua saya selalu berusaha agar kami --anak-anaknya-- tidak hanya bertindak biasa, meninggalkan efek biasa, atau jadi orang biasa saja. Sebenarnya itu hanya sepercik keinginan intrinsik yang dapat saya terjemahkan didalam logika saya sendiri.
Saya tumbuh dengan lingkungan yang membuat menanamkan sebuah dogma bahwa laki-laki juga harus bisa memasak, harus membantu pekerjaan dirumah, dan tidak hanya duduk bersantai saja.
"Halah, Witsqa bisanya cuma berhipotesis tanpa ada pembuktian!"
Wait, sorry?!
Contoh konkritnya, yang mana saya menjadi saksi mata bertahun-tahun lamanya, ya didalam rumah saya sendiri. Setiap Sabtu pagi adalah hari yang sangat indah, karena tidak ada morning rush untuk ke sekolah, yang ada hanya hari keluarga. Kerja bakti. Kami semua memiliki tugas masing-masing;
Ayah: Ngepel (sabtu pagi), setrika, masak nasi goreng (sabtu/minggu pagi), urus tanaman
Ibu: Semuanya, sisa-sisa yang gak kita kerjain
Saya: Bikin nasi, jaga toko alat tulis, sapu (rumah + halaman)
Adik: Ke warung, masak (kapanpun kalau lagi mood)
Lebih detailnya gak ingat, karena udah lama juga gak dirumah. Tapi, maksud saya disini melampirkan ini bukan untuk pamer, tapi, see? Ayah dan adik saya yang merupakan seorang laki-laki tetap dengan sukahati membantu pekerjaan rumah.
That's people jaman now should be! Gak ada lagi paradigma-paradigma yang mengotak-ngotakan peranan dalam kehidupan didalam sebuah keluarga berdasarkan gender. Udah gak jaman kaliiii.
Jangan lah terlalu konserfatif dengan ber-mindset perempuan tuh harus gini, laki-laki tuh harus gitu. Cukup jadilah versi terbaik dari diri kita. Gak perlu juga judgemental sama orang lain, karna yang kamu liat itu kulitnya doang, kamu gak tau apa yang sedang dan telah ia lalui sampai akhirnya dia mesti bersikap kayak gitu.
Yuk, jadilah diri sendiri! Jadi people jaman now!
0 komentar:
Post a Comment
Untuk kritik dan sarannya mohon dilampirkan dibawah ini.... Terima Kasih