*

Pages

Thursday, 8 May 2014

Ini detik berhargaku. Punyamu?

Setiap orang memiliki kisah menarik yang berbeda di setiap detik hidupnya. Dan…inilah sebahagian detik berhargaku J
 

“Payung, botol air minum, dompet, muze kart1, ikamet2, paspor, tisu, dan sedikit camilan. Hmmm.. Insya Allah lengkap semua.”, gumamku memecah keheningan pagi.
Kukenakan jaket biru ber-hoodie kesayanganku, kugendong tas selempangku di lengan kanan, pasang headphone dan aku sudah siap untuk perjalan hari ini. Sembari mengenakan sepatu sport coklat, kuteriakkan kedua teman-temanku.
“Nisaaaa.. Lindaaaa… aku udah siap nih,yuk kita caw! Ntar telat nih.”, panggilku.
Linda yang jelas-jelas tepat berada didepan wajahku sedikit merasa terganggu dengan kicauan “merdu”ku sepagi ini. Dengan wajah datar, seolah semua berjalan seperti biasanya, aku berlalu tak kuhiraukan. Tak berselang lama, Nisa pun telah bersiap dengan pakaian dengan warna favoritnya, hijau. Ya, jika kalian melihat Nisa saat itu mungkin tak bisa kalian bedakan, yang mana Nisa yang mana pohon. Hehehe..

Saya dan Nisa, si penyuka hijau

Aku berharap hari ini akan menjadi hari yang paling indah didalam catatan hidupku. Bagaimana tidak, Hacettepe University TÖMER akan membawa kami, seluruh mahasiswa-mahasiswi asing yang sedang belajar bahasa Turki di kampusnya untuk berwisata ke sebuah kota yang dihiasi dengan berbagai reruntuhan sejarah yang unik dan cantik, Kapadokya. Kota dengan tujuan wisata populer yang sering menjadi lokasi pengambilan film maupun drama Turki yang terletak di Nevsehir.
Pagi-pagi sekali, Linda sudah memintaku untuk memeriksa ramalan cuaca destinasi wisata kami. Sayang sekali, jawaban yang muncul di layar telepon genggamku sedikit mengecewakan. Hujan. Dikatakan hari itu akan turun hujan di Kapadokya, namun hal tersebut tidak sedikitpun meluruhkan semangatku, karena aku telah mempersiapkan senjata andalanku. Bukan kantong ajaib seperti yang dimiliki oleh Doraemon, bukan pula tongkat sihir yang dimiliki oleh Harry Potter. Melainkan, sebuah payung. Ya, p-a-y-u-n-g.
***

Titik tempat menunggu bus rombongan tinggal beberapa meter dari pandangan kami. Namun, tiba-tiba hujan menerpa. Semakin lama hujannya semakin deras. Dan, hey! Ini bukan hujan biasa. Ini es! Mengaduhnya linda akibat diterpa hujan es membuktikan bahwa payungku terlambat menjadi seorang pahlawan. Yasudahlah, pada akhirnya pun kami memasuki shelter area.
Begitu indah bukan? Di pagi buta, hujan es melepas kepergian kami ke Kapadokya.
***

Menunggu, menunggu, dan menunggu. Seharusnya kuganti saja status pekerjaan di Kartu Tanda Pengenalku, bukan pelajar, melainkan tukang menunggu. Jam hampir menunjukkan angka 07.40 pagi itu, artinya bus rombongan telah terlambat kurang lebih 10 menit. Sebenarnya aku tidak merasa bermasalah sama sekali, karena yang aku sadari menunggu takkan terasa membosankan jika bersama teman-teman tersayang. Namun, jikalau kita menunggu bersama teman-teman tersayang dan juga benar-benar “ditemani” angin dingin menusuk tulang yang tiupan angina kencang dan tiada hentinya, itu merupakan kondisi yang berbeda.
***

Lebih kurang 5 jam perjalanan dari Ankara yang dibutuhkan untuk mencapai tempat tujuan. Perjalanan kali ini sungguh tak terasa, karena separuh waktunya kugunakan untuk tidur dan sisanya untuk memandang panorama keindahan ciptaan Sang Illahi.
Petualangan menyenangkan pun dimulai….. J
Tempat pertama yang kami kunjungi adalah çömlek atölyesi (dibaca: comlek atolyesi), jika di Indonesia bisa dikatakan sebagai sebuah tempat pembuatan gerabah. Menyenangkan sekali bisa melihat secara langsung bagaimana cara pembuatan gerabah yang indah itu. Tangan yang terampil si abang tukang gerabah, meliuk-liuk diantara adonan gerabah yang terlihat seperti…..yuck! :P


Jujur saja, selama di Indonesia aku belum pernah sekalipun mengunjungi dan melihat secara langsung proses pembuatan gerabah. Aku merasa sangat penasaran, ingin sekali rasanya terjun langsung mencoba untuk membuatnya; menyentuhnya dengan jemari-jemari panjang nan kecilku ini. Sayang sekali, rezeki untuk mencoba membuat gerabah belum datang padaku untuk kali ini, dikarenakan keterbatasan sarana dan prasarana pula tidak semua orang bisa mencoba membuat gerabah. Hanya ada satu orang yang beruntung yang berhak mencobanya, namun bukan aku.
Seusai menyaksikan demo cara membuat gerabah beserta rincian sejarahnya yang tidak 100% dapat kucerna dengan baik. Aku beserta kedua temanku yang berasal dari Korea menyempatkan diri untuk berfoto-foto di kawasan tersebut. Biasa, gaya nge-tren masa kini, selfie.


Selfie

Menyempatkan diri hanya foto berdua dengan Nami Eonni
Destinasi kami selanjutnya adalah Açik Hava Muzesi3 yang terdapat di Goreme.
Senja telah menghampiri, kami bergerak menuju peri bacalari dan terdapat sebuah sosok bahkan dua sosok yang sangat mencolok dan menarik untuk didekati di kawasan tersebut. Sesuatu yang biasa hidup dan tinggal di gurun pasir. Percayakah kalian, disini kami menemukan unta! Ya, unta. Separuh orang terlihat antusias dan mulai berlarian menuju unta-unta tersebut. Termasuk aku dan salah seorang temanku yang kebetulan hari itu duduk 1 seat denganku, si supel Nadira.
Kami yang kehausan akan berfoto dan sedang mencari-cari angle yang tepat untuk berfoto, memutuskan untuk singgah sebentar didaerah ber-unta tersebut.
“Witsqa! Buruan foto sana.”, tiba-tiba Nadira memintaku untuk berfoto dengan hewan berpunuk tersebut.
Tanpa pikir panjang aku berdiri berdekatan dengan hewan yang berbulu kecoklatan itu. Unta tersebut terlihat sedang asyik memasukkan kepalanya kedalam ember yang penuh berisi makanan, kelihatannya sih rumput. Sang unta tersebut terlihat sangat lahap memakan jatah makanannya itu. Entahlah, sesenja itu, seember rumput tersebut adalah jatah makan siang atau makan sore nya si unta, atau bahkan jatah sarapannya?
Jepret! Jepretan pertama sangat mulus. Dan ketika bersiap mengganti pose untuk jepretan kedua, sedikit perasaan tak enak bergemuruh didada. Disaat yang bersamaan pula aku mendengar samar-samar sesuatu bergerak dibalik badanku. Dan…..tak salah lagi,
“Aaaaaa…”, aku terkaget sembari berusaha menahan teriak.
Secara tiba-tiba punggungku seperti diseruduk sesuatu. Ternyata, unta yang sedang melahap jatah makanannya tersebut bangkit lalu menyeruduk punggungku. Aku tak begitu yakin juga, punggungku ini sebenarnya diseruduk ataukah…….dicium? Aku tak mengerti lagi, entah apa yang sedang dipikirkan oleh sang unta, sebegitu menariknyakah jaketku hingga akhirnya si unta berminat menciumnya, atau mungkin karena kemungkinan lain. Rasa jaketku yang terlihat lebih lezat dibandingkan makanannya yang hanya berupa rerumputan berwarna hijau itu. Ah, aku tak peduli apa alasan unta tersebut mencium punggungku, tapi sekarang semua mata tertuju padaku dan semua orang tertawa terpingkal-pingkal atas apa yang telah terjadi padaku beberapa waktu yang lalu. Aku mencari teman-temanku, namun rasanya taka da satupun yang bisa kuandalkan untuk menutupi wajahku yang sudah kelewat malu ini. Ingin sekali rasanya kuambil kantong plastik dan kututupi wajahku yang sudah kemerahan seperti tomat ini, akibat menahan rasa malu yang fantastis. Benar-benar memalukan. Hiks hiks hiks. Aku harap semua orang melupakan kejadian itu. Tidakkkkkkk!

Jepretan pertama, tepat detik-detik si Unta mau “mencium” punggungku

“Wits, tau gak, seudah si unta nyium punggung kamu itu, dia ngunyahnya jadi monyong-monyong gitu.. hahahaha”, ujar salah seorang temanku berusaha menjelaskan padaku, setelah kami berada jauh dari tempat kejadian perkara tersebut.
Lupakan!!! Aku maluuuuu… L
***

Istirahat selanjutnya.
“Udah istirahat lagi? Jangan bilang istirahat makan sore?”, gerutu Linda.
Sebenarnya tak bisa kubedakan, sebenarnya Linda itu sedang menggerutu atau malah kegirangan menyambut istirahat makan. Yang terpenting wisata singkat ini tidak melupakan keinginan naluri kami. Sepertinya bukan naluri kami, melainkan naluriku. Naluri yang berlebihan akan makan.


Makaaaaaaan

Ada sesuatu hal unik bin romantik yang terjadi senja itu. Disela-sela persiapan makan sore, kami yang sedang berbincang sambil terduduk manis menanti makanan, melihat sesuatu yang ganjil dari arah seberang tebing. Aku yang sedang tidak mengenakan kacamata minusku, hanya bisa bertanya-tanya apa yang tertulis di seberang cakrawala sana. Terlihat samar-samar, ada dua orang pemuda yang memegang erat poster dan membentangkannya. Poster polos putih dengan tulisan berwarna hitam. Setelah ditilik-tilik tak juga berhasil. Aku yang cukup merasa penasaran, bertanya antusias kepada teman-temanku yang berada disana, apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang tertulis diposter polos seberang sana. Semua orang yang kutanya pun masih berusaha memicingkan matanya ke arah poster tersebut. “Kira-kira tulisannya apa ya?”, gumamku dalam hati.
“Maukah kamu menjadi matahari yang akan tenggelam bersamaku hingga akhir hayatku?”, temanku memberitahuku, kurang lebih itulah yang tertulis di poster tersebut. Sontak saja semua orang yang ada disana berteriak histeris. Tak kusadari, sedari tadi memang kulihat sepasang kekasih yang sedang duduk-duduk saling bercengkrama berdua.
Setelah mengetahui dan membaca kondisi yang terjadi aku hanya bisa terpana. Terdiam sebentar. Biarlah! Itu urusan orang dewasa. Urusanku saat ini adalah perut yang sedari tadi sudah berdangdut ria.
Alhamdulillah kebahagian dihari itu amat tak terkira. Ingin sekali rasanya untuk bisa kembali lagi ke tempat itu, Kapadokya, tempat penuh sejarah yang menorehkan sejarah indah di alur cerita hidupku..
Itulah ceritaku. Itulah sebagian detik-detik berhargaku yang masih bisa kuingat dan dapat kurekam dalam sebuah tulisan yang masih rancu dan tak tentu kemana arah mengalirnya. Terima kasih telah sudi hati membaca tulisanku ini J

Catatan:
1 Kartu Museum : Muze Kart ini berlaku 1 tahun semenjak pembuatannya. Keuntungan dari Muze Kart ini digunakan ketika kita bermaksud memasuki museum-museum yang ada di Turki dan akan mendapatkan diskon bahkan gratis.
2 Kartu Tanda Pengenal bagi warga negara asing.
3 Museum Terbuka


Foto-foto dan Video:
Aku dan sang pemilik kamera, Nadira

Indonesia!



Panorama Kapadokya


Buah tangan dari Kapadokya












Share:

2 comments:

Untuk kritik dan sarannya mohon dilampirkan dibawah ini.... Terima Kasih

Search in This Blog

Pesan untuk Penulis

Name

Email *

Message *

Another Blog

Tulisan Terbaru!

Witsqa Masak: Yumurtali Patates

DISCLAIMER!  Witsqa Masak merupakan kumpulan resep yang terhitung berhasil untuk dipraktekkan oleh saya. Sumber resepnya sendiri bisa berasa...